Tolong

TOLONG


monolog

Putu Wijaya


(Monolog ini berawal dari sebuah cerpen berjudul TOLONG, 15 Agustus 1980. Diracik jadi drama GERR dimainkan di TIM pada tahun yang sama. Tolong dibawakan di beberapa kampus di Amerika. Jkt 18 Maret 2010)



SEBUAH PETI MATI. TETAPI HANYA RANGKANYA, SEHINGGA KELIHATAN YANG MATI DIBUNGKUS KAIN KAFAN DI DALAMNYA. ADA SUARA TANGISAN PILU DARI SATU ORANG KEMUDIAN BEBERAPA ORANG, LALU BANYAK ORANG. KEMUDIAN ORANG MENYANYIKAN TEMBANG DUKA.

MAYAT ITU BERGERAK PERLAHAN-LAHAN SEPERTI ORANG BANGUN TIDUR. MULA-MULA TANGANNYA. KEMUDIAN KEPALANYA MUNCUL MENDENGAKAN LAGU ITU.

LAGU BERHENTI. TERDENGAR SUARA TANGIS ANAK-ANAK. BIMA, YANG MATI ITU TERKEJUT. TIBA-TIBA DIA DUDUK MASIH DALAM PETI :LALU MELIHAT KE SEKITANYA DENGAN TAKJUB, BARU NGEH IA SUDAH DIPERSIAPKAN UNTUK DIKUBUR.


Tidak. Jangan. Aku tidak mati. Aku tidak jadi mati. Aku masih diberikan kesempatan hidup. Kasih aku pakaian biasa, jangan kain kafan begini. Panas. Kalian dengar?

MEMANDANG KE SEMUA ORANG. TIDAK ADA YANG MENJAWAB.

Aku juga lapar sekarang. Lihat (MENUNJUKKAN TANGANNYA) Lihat tanganku gemetar karena lapar. Darahku sudah berjalan lagi. Kalian tidak percaya?

KELUAR DARI PETI. SEMUA ORANG-ORANG MEJAUH.

Aku tahu. Diperlukan waktu supaya kalian percaya keajaiban ini. Tabir yang tadinya sudah dibuka sekarang dibatalkan. Sudah digulung lagi. Aku dikembalikan pada kalian.

MENGHAMPIRI SATU ORANG.

Ini bukan mimpi. Aku memang diberikan kesempatan hidup lagi. Barangkali aku belum waktunya menghadap Dia. Sekarang aku dikembalikan kepada kalian lagi. Ini sungguh-sungguh. Percayalah!

SENYUM.

Ya, Aku dipulangkan lagi. (MENGANGUK-ANGGUK) Nggak tahu! Ini tanda KebesaranNya. Dia Yang Di Sana yang mengatur, apa yang Dia Kehendaki terjadi. Jadi tidak usah menangis lagi. Lebih baik cepat ambil makanan, aku lapar. Apa? (MENDENGARKAN) Ya. Betul. Aku tidak jadi mati. (MENARIK NAFAS PANJANG DAN TERTAWA KECIL PEDIH TAPI BAHAGIA. TAPI YANG MENYAKSIKAN PINSAN)

TERKEJUT.

Jangan takut. Ya. Ya. Aku hidup lagi. Betul. Kembali kepada kalian seperti sebelumnya. Untuk selama-lamanya, sampai waktu yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Betul! Sungguh mati! Apa? Buktinya?

BINGUNG. IA MEMBEBASKAN DIRINYA DARI KAIN KAFAN YANG MEMBUNGKUS.

Lihat darahku sudah mengalir lagi. Jantungku berdetak. Dan aku lapar.. (MENOLEH) Tidak, aku bukan bayangan roh! Tidak ada yang mencoba meninggalkan badanku. Tubuh dan jiwaku masih satu. Pikiran dan perasaanku masih utuh. Aku masih normal. Sama dengan kalian semuanya.

BERGERAK. ORANG-ORANG KETAKUTAN.

Jangan takut! Aku bukan roh gentayangan. Aku Bima. Aku Bima Nek Aku Bima Bu, Pak! Aku Bima Isah, Aku bapak anak-anak. Ini bapakmu. Aku sadar seratus persen dan waras. Coba tatap mataku. Kau lihat ada cahaya kehidupan. Aku bukan hantu. Baik aku mengerti, terlalu sulit buat kalian, aku juga. Ini terlalu panjang ceritanya.

KEMBALI KE DEKAT PETI DAN DUDUK DI KERANGKA PETI.

Aku ingat, apa yang terjadi tiga hari yang lalu. Aku masih segar bugar. Aku bersama kamu Isah, kita baru turun dari gunung setelah mencoba liburan bersama berdua saja. Lalu semua itu terjadi. Ada orang muda yang marah-marah karena kena serempet. Dia memukulku. Aku tidak terima. Tapi belum sempat berbuat apa-apa, anak muda itu kabur. Dengan kesal aku lanjutkan perjalanan. Tiba-tiba ada lagi anak kecil begitu saja nyebrang jalan, sampai aku kaget. Aku tidak bisa lagi menahan perasaan. Apa salahku kena pukul di depan kamu Isah. Apa salahku anak itu nyebrang sampai tanganku patah dan semangatku terbang karena kaget. Kenapa aku terus jadi sasaran? Aku meledak. Ya aku selalu meledak-ledak kalau sudah marah, meskipun persoalannya sepele. Masalahnya aku ada persoalan.

MENGHADAP KE TEMPAT LAIN.

Ya Mas, ini rahasia, tapi mungkin kalian sudah tahu juga. Aku dan Isah sudah tidak cocok lagi. Maksudku dia merasa sudah tidak bisa lagi mendampingiku sebagai teman hidup. Ya, kami memang sudah merencanakan akan bercerai. Maksudku dia.

MENAHAN PERASAAN.

Aku tahu bercerai itu tidak baik. Tapi untuk apa perceraian dibenarkan, kalau tidak ada gunanya. Buat apa lagi hidup bersama kalau setiap hari tidak cocok. Tiap hari perang mulut. Meskipun ditutup-tutupi, anak dan tetangga akhirnya akan tahu. Atau mungkin sudah tahu. Jadi bercerai itu jalan keluar kalau sudah mentok. Tapi ngomong memang enak, melaksanakannya sulit. Terutama buat aku yang akan ditinggal.

MELIHAT KE ISAH.

Terus-terang perasaanku kacau Isah mikirin anak-anak yang masih kecil. Bagaimana nanti mereka, apa harus dibagi? Apa perasaan bisa dibagi? Yang paling gampang adalah marah. Jadi setiap ada kesempatan marah aku meledak. Waktu itulah jantungku berhenti. Ya akan?

MELIHAT KE IBUNYA.

Aku tahu aku dilarikan ke Rumah Sakit, Bu. Aku yakin semuanya sudah berusaha menyelamatkan. Tapi kemudian dokter menetapkan aku sudah mati. Tidak bernafas lagi berarti memang mati. Tiga hari tiga malam aku dengar semuanya menangis. Termasuk kamu juga Isah. Apa kamu menangis karena malu kalau tidak menangis, atau baru nyahok sebenarnya jelek-jelek aku ini suamimu dan kamu masih sayang. Ya? Begitu?

KETAWA PEDIH

Mungkin tidak. Kamu menangis mungkin karena merasa rugi tujuh tahun melayani aku dan melahirkan tiga orang anak, tapi kamu tidak dapat apa-apa. Rumah hanya BTN, mobil bekas dan tabungan tipis. Mungkin kamu menangis karena sekarang baru kebayang bagaimana susahnya nanti menghidupi tiga orang anak tanpa suami. Jelek-jelek begini, suamimu sepukul dua pukul bisa cari nafkah.

MELIHAT KE BAPAKNYA

Ya tak usah kaget, Pak. Saya hidup kembali. Bukan cuma saya yang bisa hidup setelah mati. Banyak kejadian. Mungkin masih ada yang harus saya selesaikan, jadi panggilanNya ditunda dulu sementara.


KEPADA NENEK.

Betul Nek. Betul sekali. Meskipun dokter bilang sudah mati, kalau Yang Di Atas situ punya rencana lain, siapa bisa menghalangi. Sekarang jantungku sudah berdetak lagi. Aku dikirim lagi pulang untuk merawat anak-anak. Ya, Bapak pulang anak-anak. Jangan menangis lagi! Nanti kita nonton sirkus lagi seperti dulu. Beli ketoprak (MENOLEH)

KEPADA SEMUA


Maaf saya sudah menyusahkan Pak Rt, Pak Rw, para tetangga sekalian. Terimalah saya kembali aktif sebagai warga. Nanti saya bisa ikut ronda. (MEMEGANG PERUT) Maaf saya lapar. Tolong berikan saya makan sekarang. Perut saya melilit karena kosong. (MENAHAN SAKIT) Aduh.

MENAHAN RASA SAKIT SAMPAI TERJATUH KEMBALI KE DALAM PETI.

Saya haus! Lapar! Tolong airnya!

TAK ADA YANG MENOLONG. DIA TERKEJUT DAN MELIHAT SEMUANYA. SAMBIL MEMEGANG PERUTNYA DIA MENCOBA BERDIRI.

Lho kalian kok diam saja semua? Kenapa kalian? Saya lapar! Saya sakit! Saya minta minum! Airrrr! Bapak! Apa?

MENCOBA BANGUN.

Mengganggu bagaimana? Siapa yang mengganggu? Aku lapar! Tidak ada yang harus dimaafkan. Tidak usah minta maaf! Lho Bapak kok menyuruh saya pergi.? Pergi ke mana? Ini rumah saya! Bapak ngusir saya? Kenapa? (TERKEJUT) Ibu!

IBUNYA PINSAN, DIA BERDIRI TAPI KARENA KESAKITAN TERSANDUNG DAN JATUH KELUAR DARI PETI. DIA BERUSAHA BERDIRI, TIBA-TIBA DIA MEMELUK SALAH SATU ANAKNYA.

Agus! Eko! Ratih! Ini Bapak! Ini Bapak.

MEMEGANG ANAK-ANAKNYA. ANAK-ANAKLNYA BERONTAK, MENGGIGIT. ANAK-ANAK YANG LAIN MENARIK SAUDARANYA DAN MELEMPARI. BIMA TERTEGUN. KETIKA DIA MAU BERDIRI, ISTRINYA MENGHAMPIRI.

Isah? Kenapa anak-anak itu tidak kenal aku lagi. Apa yang sudah kamu bisikkan kepada mereka. Baru tiga hari, mereka sudah berani melempar aku dengan batu. Aku ini bapaknya. Tidak! Tidak bisa! Mereka bukan milik kamu sendiri, mereka separuhnya milik bapaknya. Aku! Tidak. Tidak perlu kamu ceritakan. Aku tidak perlu informasi. Aku sudah tahu. Aku! Aku akan merelakan. Tapi kasih aku waktu, sebab aku belum siap! Ya! Aku mengerti! Aku tidak tolol! Terlalu banyak perbedaan! Tidak ada yang harus dipikirkan lagi. Memang! Kalau memang itu mau kamu, boleh ambil, ambil mereka semua, tapi jangan ajari mereka melempari aku batu. Jelek-jelek begini aku bapaknya. Aku yang dulu mencuci popoknya! Ya! Aku akan pergi. Pergi dengan tenang! Tunggu! Pergi ke mana? Aku tidak pergi ke mana-mana, aku belum mati. Aku mau pulang sekarang! Isah! Isah!

MEMEGANG TANGAN ISAH.

Aku belum selesai bicara. Dengerin. Kamu salah sangka. Aku..

ISAH MENYENTAKKAN TANGAN BIMA, LALU LARI. BIMA MAU MENGEJAR TAPI DICEGAH OLEH PACAR ISAH. BIMA TERKEJUT. DIA TIDAK JADI MENGEJAR ISAH. DIA MENATAP KOKO DENGAN MATA MENYALA. KEDUANYA SALING MENATAP.

Koko! (SANGAT MARAH) Jangan panggil aku Mas! Tidak perlu minta maaf! Tidak ada yang harus dimaafkan! Nggak usah! Tidak perlu bersumpah apa-apa di depanku. Bersumpah di depan Isah saja. Itu urusan kalian, kamu cinta, kamu goda dia, kamu pelet, kamu tiduri dia tidap malam, terus kami tinggalkan, terserah. Terserah! Itu bukan urusanku! Kalau kamu betul-betul cinta sama dia, nggak usah ngomong, buktikan. Dalam tujuh tahun apa kamu bisa lebih membahagiakan dia dari aku.. Tidak perlu! Itu bukan anak kamu. Itu masih darahku, aku terhina sebagai laki-laki kalau sampai anak-anakku makan tahi tangan kamu.

SEMAKIN MARAH.

O ya aku pasti! Pasti!! Aku akan pergi tanpa kamu minta. Tapi bukan ke neraka. Aku masih hidup. Aku akan jadi saksi bagaimana kamu menipu keluargaku! Bajingan!

MENDEKAT.

Aku tidak ingin mempertahankan apa yang ingin kamu miliki, aku hanya mempertahankan kehormatanku sebagai suami yang kau hina. Pergi anjinggg!

TAPI KOKO TIDAK PERGI. BIMA MELUDAH.

Cinta tulus, tai kucing. Maaf? Maaf telek! Pergiiiii!

MENGAMBIL BATU DAN HENDAK MELEMPAR. TAPI KEMUDIAN IBUNYA DATANG. HATINYA LULUH.

Ibu. Aku tidak mati Ibu. Aku tidak jadi mati. Kenapa orang-prang itu tidak percaya. Kenapa mereka lebih percaya kepada Koko? Apa salahku? Apa kekuranganku? Aku kan selalu baik dan menlong mereka. Apa mereka semua sudah dibeli oleh Koko bajingan itu? Tidak? Lalu kenapa? Apa? Aku akan tuntut semua ini, aku akan seret dia ke pengadilan!

BIMA TERCENGANG.

Apa? Rumahku sudah dijual? Mobil juga sudah ditukar supaya semua lupa sama aku? Uang simpanan sudah dibagikan? Anak-anak mau dibawa pindah ke rumah si Koko? Cukup! Diammmmmm! Bangsat!

MASUK KE DALAM PETI DAN MENGOBRAK_ABRIK PETI. MENGHAMBUR-HAMBURKAN ISI PETI. MEMUKUL-MUKUL PETI.

Kalian semua terlalu! Kalian sudah preteli sebelum aku betul-betul masuk kubur! Kalian tidak bisa sabar sedikit menunggu perasaan-perasaanku lenyap dari sini. Kalian rendah semua! Tidak! Aku tidak terima!

MENGANGKAT PETI.

Aku mau rebut kembali semua! Istriku! Anakku! Tabunganku! Mobilku! Rumahku! Hak-hakku! Semua! Mana!!!!

MELEMPARKAN PETI KEPADA SEMUA ORANG.

Minggir! Minggir!

MENGANGKAT PETI SEKALI LAGI. TAPI KEMUDIAnN DIA TERKEJUT, KARENA ORANG-ORANG ITU TIDAK TAKUT. SEMUANYA MALAH MENDEKAT. DENGAN SENJATA-SENJATA MEREKA MENGEPUNG. BIMA MUNDUR. MUNDUR. DAN AKHIRNYA JATUH.

ORANG-ORANG MEMUKULI BIMA. BIMA MENCOBA BERLINDUNG DI DALAM PETI. SEMUA TERUS MEMUKULI.

Tolong! Tolong! Tolonggggggg!

BIMA MENCOBA MELAWAn TAPI DIA TERIS DIGEBUKI.

Tolong! Tolong! Tolonggggg!

AKHIRNYA BIMA SEMPAT MELEPASKAN DIRI. DIA MELONCAT DAN LARI KELUAR. SMEUA MENGEJAR. TERDENGAR TERIAKAN BIMA DI LUAR.

Tolong! Tolong! Tolong!!!!!!


TERIAKAN BIMA MAKIN SAYUP. TAPI KEMUDIAN TIBA-TIBA BIMA BERLARI LAGI MASUK.

Tolong! Tolongg! Tolonggggg!.

ORANG_ORANG TERUS MEMBURUNYA. BIMA TERUS BERLARI.

TOLONG! Tolong! Tolonggg!!!!!

TERIAKAN BIMA MAKIN SAYUP- MAKIN SAYUP. DAN HILANG. TAPI BEBERAPA SAAT KEMUDIAN TIBA-TIBA TERDENGAR TERIAKAN LANTANG DAN KERAS.


Tolongggggggggggg!




Jakarta 15 Agustus, 1980

Tidak ada komentar:

Posting Komentar