Dol

DOL
monolog
Putu Wijaya

DIMAINKAN OLEH LAKI-LAKI/PEREMPUAN
SEORANG PEREMPUAN MUNCUL DI KANTOR POLISI DENGAN SEBUAH EMBER YANG NAMPAKNYA PENUH AIR. IA MEMBERIKAN PENGADUAN. PETUGAS MENCATAT SEMUANYA DENGAN TELITI
Nama saya Intan Ratna Menggali. Umur 30 tahun. Saya tinggal di Gang Penggalang, Kebon Kosong. Saya datang ke mari atas kemauan saya sendiri. Tidak ada yang memaksa. Saya mau mengadukan suami saya. Dia sudah memukul saya tiap hari. Tadi kalau saya tidak keburu lari, kali saya sudah jadi mayat sekarang.
Saya minta supaya Bapak polisi menangkap dia, sebab orangnya berbahaya sekali. Dia garong. Bandar narkoba. Suka sadis. Saya sudah kenyang disiksa. Sudah cukup. Dia tidak hanya doyan main gampar, nendang, nyulut dengan rokoh, ngeludahin, juga memaki-maki saya anjing, kerbau, kecoak, tikus, ular, buaya, tokek, apa? Ya bekicot juga! Betul.
Masak saya disamakan dengan cacing. Dia itu yang kelakuannya seperti kobra. Coba pikir. Masak anaknya sendiri dijual. Saya dipaksa melayani orang. Duitnya dipakai senang-senang main judi dan nyabo. Ya saya berontak. Saya kan bukan perempuan yang tidak bisa diperlakukan semau gue. Saya masih punya harga diri. Saya tahu mana yang boleh mana yang tidak bisa diterima. Saya tidak mau masuk neraka. Biar dia saja yang ke neraka. Saya ingin hidup yang wajar saja. Saya masih punya cita-cita yang belum bisa saya dapat. Saya mau jadi guru.
Saya akan ajari murid-murid saya menghormati perempuan. Ibunya, saudara perempuannya, istrinya lalu anak-anaknya. Saya akan ajak murid-murid saya nangkap capung, cari belut di sawah, nangkap katak, mencuri mangga, menaiki pagar orang dan mengintip orang mandi. Apa? Ya itu semuanya perlu. Karena dunia akan kiamat. Kalau kiamat, tidak akan ada lagi orang jualan makanan. Super maket tidak ada. Makanan harus cari sendiri. Kalau tidak bisa mencuri ya mampus. Apa?
Ya sudah banyak orang bilang saya gila. Tapi sampai sekarang saya belum gila-gila juga. Sudah banyak orang bersumpah dia tidak gila. Tapi belum selesai sumpahnya dia sudah gila. Supaya tetap waras di tengah oranmg gila itu ada caranya. Berpikir positip. Jangan pikirkan yang kurang menguntungkan. Jadi pikiran kita bersih. Dengan pikiran bersih, dunia yang kotor ini jadi asyik. Kita bisa senang setiap hari, untuk seneng tidak perlu bayar ini-itu segalanya. Senang itu datang sendiri, kalau kita memang dia sukai. Saya disukai senang. Jadi saya senang terus. Ya! (KETAWA MALU)
Tapi itulah. Seperti sudah saya katakan tadi, sudah dicatat belum? Catat semuan ya dong, Bapak kan polisi.. Tentang suami saya. Suami saya itu bajingan. Bajingan kelas kakap. Saya minta supaya dia dibunuh saja. Sebab orang seperti itu kalau dibiarkan, negara kita akan rusak. Dia provokator. Tiap hari dia dia menganjurkan supaya orang-orang itu berontak. Dia bilang tidak ada yang beres. Pemerintah sudah tidak mengurus rakyat. Rakyat tidak hormat pada peraturan. Pendidikan membuat anak-anak jadi liar. Dan agama dipakai untuk berantem. Pendeknya semuanya sudah rusak. Hanya dia saja yang waras. Dia mengaku dia itu nabi. Kata dia, dicatat dong! Tidak dicatat? O begitu?
(MENGUBAH SUARANYA) Jadi begini. Saya juga mengadukan mertua saya. Dia itu yang menjadi sutradaranya. Dia juga yang menulis skenarionya. Kalau tidak ada dia, suami saya tidak akan jahatnya begitu. Paling juga rongrongan maknya yang sudah bikin suami saya jadi gila. Dulunya dia baik sekali. Seperti Puntadewa. Tapi kemudian, mau menang sendiri. Tidak pernah ngaku kalau salah. Di samping itu tiap hari dia mukulin saya. Hidung, kepala, semua dia bonyok dipukulin. Tadi hampir saja dia bunuh saya, kalau saya tidak keburu lari, mungkin saya sudah jadi mayat sekarang. Apa? O itu sudah dicatat?
Kalau begitu begini. Tetangga saya saja. Tetangga saya itu juga jahat. Semuanya. Yang sebelah kiri, kanan, depan, belakang, semuanya jahat. Yang di atas, di bawah apalagi.Yang baru pindah itu juga. Dari mukanya kita sudah tahu hatinya bengkok. Ini bahaya sekali. Saya minta supaya mereka semua juga ditangkap sekarang. Kalau terlambat, mereka akan jadi teroris. Masak kita biarkan saja ada teroris gentayangan di sekitar kita. Ya. Jangan kura-kura dalam perahu! Teroris itu kan mau benernya sendiri. Apa?
Tidak usah dibuktikan lagi. Untuk apa? Sudah jelas yang sudah saya sebut tadi jahat semuanya jahat. Itu tadi sudah saya kurangi, sebenarnya jahatnya lebih tidak ketulungan. Merinding! Percaya saya. Dicatat nggak?! Nyatat-nyatat begini juga untuk apa, tidak ada gunanya. Buang-buang waktu saja. Langsung saja. Potong. Karungin. Supaya semuanya cepat beres. Kalau sudah ada jaminan begitu, saya akan aman. Nanti saya akan pulang. Saya akan bilang sama suami saya, saya sudah lapor. Saya sudah jeritakan blak-blakan semuanya, kan?! Tidak ada yang ditutupi. Apa perlu lebih terbuka. Mau saya buka-bukaan? Baik. (MEMBUKA PAKAIANNYA) Apa? Terimakasih. (TAK JADI MEMBUKA)
Nama saya Intan Ratna Menggali. Saya tinggal di Kebon-Kosong. O ya, sudah dicatat semuanya tadi oleh Bapak itu. Apa? Yang mana? Mana?! (MELIHAT DAN MENCARI-CARI DI KEJAUHAN)/Itu? Itu? O perempuan itu? Yang baju merah, yang rambutnya pirang itu? Mobilnya tiga kan? Dan rumahnya lantai tiga. Memang cantik. Darah biru kok. Pernah diminta untuk main film, tapi dia tidak mau. Katanya tidak suka film-film yang dangkal. Dia lebih senang film seks. Ya tahu, tahu sekali. Apa? Yang mana?
O itu? Yang baju hijau itu. Ya itu. (KETAWA) Bagaimana tidak kenal. Masak tidak kenal. Lucu! Bapak ini suka guyonan ah. Jangan gitu, saya ini kan belum tua. Saya baru 30 tahun. Untuk ukuran sekarang lagi panas-panasanya. Nama saya Intan. Saya dari Kebon Kosong. Ya itu. Perempuan yang itu kan? Yang punya mobil merah itu. Yang tadi baju merah, tapi sekarang sudah baju hijau? (KETAWA) Keterlaluan masak saya tidak tahu. Kenal? Gila! Masak saya tidak kenal. Itu kan saya. Yang cantik tidak ketulungan itu? Itu saya Pak! Itu saya!
(KETAWA) Lho kok tidak percaya. Itu saya, Pak. Itu saya. Nama sata Intan Ratna Menggali. Umur saya 30 tahun. Saya tinggal di Kebon Kosong. Ya itu orangnya, saya itu. Saya datang mau memberikan pengaduan. Saya sudah disiksa oleh suami saya, mertua saya tang brengsek dan tetangga-tetangga saya yang kampungan. Saya minta supaya mereka semuanya ditangkap dan langsung ditembak mati. Tidak perlu! Proses hukum itu tidak praktis. Nanti kalau ngomong terus, hasilnya malah bisa terbalik. Sebab kalau tidak, apa? Ya! Bisa nghelantur, nanti pasti saya yang akan jadi mayat. O sudah?
(BERDIRI) Kalau sudah ya sebaiknya saya permisi pulang sekarang. Cuma kalau saya boleh curhat sedikit, Bapak-Bapak dam Ibu-Ibu, Saudara-Saudara semuanya di sini semuanya lambat sekali. Saya datang dengan info yang jujur supaya Bapa-Ibu dan Saudara melakukan tindakan cepat, eee malah diajak ngobrol. Jangan-jangan sekarang sudah pada lari semuanya. Kalau begini terus, tidak akan bisa aman. Bapak-Bapak ini kurang piawai menjalankan tugas. Akan saya adukan nanti pada atasan Bapak supaya Bapak-bapak semuanya dipecat. Atau lebih suka masuk penjara atau dieksekusi?
(JALAN MAU PERGI) Tapi jangan bilang kepada siapa-siapa saya sudah datang ke mari. Mereka tidak akan percaya. Mereka lebih tidak percaya lagi, Bapak-bapak kok mau menghabiskan waktu Bapak untuk mendengarkan orang gila seperti aku?! Bapak kan digaji negara untuk melayani rakyat. Uangnya uang rakyat. Ngapain buang-buang waktu ngeladenin saya? Berarti Bapak-Bapak semua koruptor sudah menghambur-hamburkan uang rakyat. Tapi kok belum ditangkap KPK ya.
(KEPADA PENONTON) Ingat, saya Intan Ratna Menggali. Usia saya baru 30. Saya tinggal di Kebon Kosong. Saya mau melaporkan. Tolong catat. Para penonton ini semuanya adalah orang-orang sadis yang ingin menertawakan orang lain. Semuanya! Kalau saya tidak gila, tidak akan ada yang mau mendengarkan saya. Tapi karena menyangka saya gila, dari tadi semuanya bengong mendengarkan saya gila. Orang-orang semacam penonton kalian ini yang mesti ditangkap. Berbahaya kalau dibiarkan gentayangan. Diam di situ, jangan pergi. Tunggu sampai petugasnya datang.
MENGAMBIL EMBER.
Saya akan laporkan semuanya. Kalian penontonlah yang sudah membuat dunia ini rusak. Kalian penontonlah yang maunya ketawa melulu, protes-protes, kecabulan, buka-bukaan, pelanggaran. Kalian penonton yang maunya hanya menonton. Kalian semua orang-orang sakit, orang-orang gila yang harus diseret ke lapangan tembak. Kalian yang sudah bikin televisi tidak moral, bioskop cabul, buku-buku maksiat. Aliran-aliran sesat. Generasi muda letoi, teler, bermental budak. Kalian yang sudah bikin para pemimpin masyarakat jadi badut. Kalian penonton semua maniak. Paranoid! Sesoprenia!Kalian yang sudah mengubah media massa itu menjadi pelacur-pelacur, demi iklan, demi oplag, tidak peduli ;lagi keadilan dan kebenaran untuk mencerdaskan masyarakat. Kalian semua akan masuk neraka kalau dunia kiamat!
BERGERAK SEPERTI PENARI STRIP. MELEPASKAN PAKAIANNYA SEMUA. TERNYATA DIA SEORANG LAKI-LAKI. (KALAU PEMAINNYA PEREMPUAN, NAMPAK DAGING LEBIH BUATAN MENJULUR) LALU TIBA-TIBA MENGAMBIL EMBER DAN MENUMPAHKAN ISINYA KE PENONTON.
LAMPU PADAM.

Rumah Sakit Pertamina, ngantar Irsad, 23 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar