KUDA
monolog
Putu Wijaya
MERINGKIK.
Seekor kuda mengeluh.
MERINGKIK
Beginilah nasib kuda pacuan. Kalau lariku kencang dan jadi juara, semua orang memuja. Tapi kalau aku kalah, setiap orang menghujat. Buang muka. Semuanya jijik. Mereka bilang aku malas, kegendutan kebanyakan manja, kurang tekun, tidak punya greget bersaing, cepat putus asa, ethos kerjaku dinilai memble. Ada yang mencap aku penyakitan karena usiaku sudah mulai lansia.
Bahkan ada yang menuduh aku sudah kena suap. Padahal aku selalu berlari dengan setengah mati. Kebetulan saja ada kuda yang lebih kuat dan mujur nasibnya, jadi aku kalah. Namun meskipun kalah, aku tak pernah tidak lari sepenuh hati kalau sudah berlomba. Aku selalu kalah dengan indah dan jantan.
Tapi manusia tidak peduli. Kalau bukan nomor satu, diafkir! Kalah! Langsung dijual, kalau tidak ditembak mati. Tidak peduli yang menang itu karena curang, langsung saja disembah setinggi langit.
Hanya Tuhan Yang Tahu, aku hebat hanya tidak beruntung. Aku terlalu jujur. Tidak pernah menggigit seperti Tyson. Semua kemenanganku murni, tidak ada yang pakai doping. Tidak betul semua tuduhan buta itu. Tuhan Maha Besar, sejarah nanti akan membeberkan siapa aku sebetulnya.
Majikanku menjadi kaya-raya berkat kemenanganku itu. Bintangnya gemerlapan. Dia naik daun. Sering masuk koran, diwawancarai infoteinmen, dicatat namanya di dalam Guiness Book Record. Diminta ceramah untuk memberikan tuntunan dan kiat-kiat bagaimana caranya membuat kuda menjadi juara. Padahal yang lari itu aku.
Rumah, mobil dan tabungannya bertambah. Aku dengar dia juga sudah punya istri simpanan. Belakangan ada selentingan dia masuk partai dan akan dicalonkan jadi caleg. Aku? Dari dulu sampai sekarang tetap saja kuda.
Nasibku abadi, sampai tua harus lari. Meskipun juara di mana-mana, kalau aku kembali ke dalam kandang, aku tetap saja seekor kuda. Hanya kuda. Makananku rumput tidak bisa steak.
MERINGKIK
Keluhanku didengar oleh seekor kecoak. Tapi sama-sama bintanang bukannya mendukung dia malah tidak mau kalah curhat.
MENGELUARKAN BUNYI KECOAK.
Itu bahasa kecoak.
Ah! Siapa bilang kuda yang paling sakit .Itu mah belum seberapa, nasibku lebih heboh lagi, Bung. Sudah dari awal kehadiranku masuk les hitam. Semua perempuan takut kalau aku muncul. Dianggapnya aku ini adalah lambang kejijikan, kejorokan, kekotoran, kebusukan, penuh dengan noda dan penyakit.
Jadi setiap kali aku lewat, mereka kontan menjerit. Sesudah itu aku pasti akan diburu sampai tertangkap. Begitu kecekal mereka tidak akan puas sebelum aku diinjak sampai gepeng. Hukumanku hanya satu, mati.
Padahal aku tidak punya kesalahan apa-apa. Wong aku lari menghindar, menjauh untuk menyelamatkan diri, boro-boro mau masuk ke dalam rok mereka, eh orangnya sendiri yang kegenitan, ketakutan sepergi dikejar-kejar. Aneh
Kalau sudah diburu, masuk ke dalam lubang-lubang kecil pun aku akan terus digerayangi. Seakan-akan kecoak memang tidak punya hak hidup. Coba pikir apa gunanya Tuhan menciptakan kecoak kalau hanya untuk dibunuh. Asu!
Seakan-akan semua kebusukan di dunia ini adalah akibat perbuatanku. Apa mereka tidak pernah melihat televisi? Di negeri Cina sekarang ini kecoak malah dibudidayakan secara besra-besaran. Dipelihara dengan cermat, sebab aku bisa jadi obat. Boleh tidah percaya, tetapi kenyataan membuktikan sekarang kecoak juga dapat disuguhkan sebagai gorengan yang lezat. Jadi kebalikannya.
Kenapa kami bangsa kecoak yang begitu berguna disingkirkan dari pergaulan di Indonesia? Karena sudah terlanjur salah-kaprah, entah bagaimana mulainya, entah siapa pelopornya, asal ada kecoak, mesti diteriaki bunuh! Lain dengan kuda, Bung! Kuda meskipun tetap saja kuda kalau pulang kandang, tetapi nasibnya jauh lebih mendingan. Dijadikan ukuran prestasi. Kalau ada manusia tidak pernah lelah dipuiji punya tenaga kuda!
Hanya satu dari sejuta bangsa kecoak bisa hidup merdeka. Semua hak-hak dan kesempatan kami dipotong, hidup kami adalah perjalanan kematian. Begitu nongol, pasti mati. Kalian kuda harus bersyukur sebab ente-ente masih dapat kesempatan ditunggangi oleh perempuan-perempuan cantik! Nyebelin!
BUNYI PINTU DIBUKA
Kecoak itu tidak bisa melanjutkan monolog penderitaannnya, sebab tukang kuda masuk. Bos aku ini termasuk jenis manusia yang juga ganas kalau melihat kecoak. Soalnya kalau tidak, anak gadis pemilik kuda itu bisa berteriak dan itu cukup untuk membuatnya ditendang.
MENJADI TUKANG KUDA MASUK MEROKOK DAN MENYANYI.
Aku menyanyi bukan karena senang, tapi untuk menutupi kesedihan. Hidupku memble. Hatiku bete. Tampangku lebai. Di dunia ini tidak ada yang tidak bermasalah. Tapi aku yang paling bermasalah. Mentang-mentang tukang kuda, masak tiap hari mesti membersihkan tai kuda. Maka jangan salah, tidak semua manusia itu nasibnya lebih baik dari binatang.
Bahkan kebanyakan manusia lebih hina dari binatang. Coba lihat apa yang aku lakukan sekarang. Masak manusia mengurus kotoran binatang. Kotoran kita sendiri juga sering tidak ada yang mengurus. Dan apa ada binatang yang mengurus kotoran manusia?
Tidak ada! Ya, kecuali anjing.
Tapi tidak! Memang ada binatang makan tai manusia. Anjing atau babi itu. Tapi itu bukan mengurus, itu namanya memanfaatkan. Tidak ada binatang yang merawat manusia.
Apa ada binatang yang mencari kutu di kepala manusia? Tidak ada. Tapi sebagai manusia, itu dia pekerjaanku. Setelah selesai mengurus kotoran Sang Juara jahanam ini, aku juga harus memandikannya. Mengajak dia jalan-jalan. Memberi makan. Memuji-mujinya dengan kata-kata lembut, padahal dia tidak bisa bicara. Bangsat!
Soalnya kata Tuan, kuda itu binatang paling sensitif, nggak boleh kasar, harus halus, tulus sama kuda. Kuda harus dibelai. Lalu sesudah itu tainya tetap ahrus dibereskan..
Dan kalau sudah musim kawin, aku juga yang menolong mencarikan jodoh. Manusia apa ada yang dilayani binatang seperti itu. Tidak! Lihat orang-orang kaya itu. Anjingnya puluhan juta harganya. Manusia kagak ada semahal itu. Tiga ratus ribu saja sudah bisa nyuruh orang bunuh orang.
Sudah terbalik sekarang. Binatang yang dilayani oleh manusia. Pagi-sore anjing-anjing itu diantar berak, sampai mengantar anjing berak jadi profesi sekarang. Mengantar manusia berak sampai kiamat kobra juga tidak bakalan jadi profesi.
Binatang hidupnya lebih mewah. Tidak harus memikirkan uang sekolah anak, tidak memikirkan kenaikan harga bensin. Nggak usah pikir masa tua. Kalau lapar tinggal berkoar aja. Kalau kalah pacuan, yang disalahkan bukan dia. Tapi kita-kita juga!
Dia ini kan Sang Juara mana boleh salah Yang disalahkan ya kita, manusia yang bertanggungjawab mengurusnya. Gua ini yang dianggap tidak becus padahal kudanya memang geblek dan sudah gaek! Sialan lhu! Tapi jangan bilang-bilang, ini off the record, hanya di antara kita saja! Kuda memang brengsek! Anjing!
TERDENGAR SUARA SERAM.
Itu suara setan. Keluhan ketiga mahluk itu tentu saja didengar oleh setan. Sebe narnya dia yang paling sensitif. Tidak ada yang tidak didengarnya.
ANGIN BEREMBUS KENCANG.
Nah itu dia, baru ketutnya sudah seram.. Kalau dia sudah bergerak, lebih baik minggir.
MENIRUKAN SETAN
Gelosia! Nggak ngerti aku, kenapa sih semuanya sekarang kok pada hobi mengeluh. Kuda, kecoa, manusia sama saja kelakuannya, semua sambat! Lebih setengah abad merdeka yang makin maju hanya soal mengghujat. Kuda menolak jadi kuda. Kecoak sebel jadi kecoa. Manusia ikut-ikutan payah, menganggap dirinya lebih malang dari binatang.
Heee, dengerin. Bagaimana kalau kalian tukar saja sama aku, jadi setan? Mau?
TERTAWA SINIS
Tentu saja tidak ada yang menjawab, sebab tidak ada yang mengerti bahasa setan.
MENGERAM
Kalian itu sukanya memang sambat, protes-protes terus. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, tahu! Kalau tidak hijau bukan rumput tetangga namanya, ya nggak, ya nggak?!
Coba berpikir lebih pragmatis. Lihat makronya jangan potongan-potongan lepasnya. Kalau berhenti pada detail-detail, kalian tidak akan pernah menjadi manusia seutuhnya. Lihat secara bulat-lengkap-tuntas. Komplit! Jangan apa-apa separuh hati! Itu namanya tidak fair! You know?!
Kuda itu apa, kecoak itu apa dan manusia itu siapa? Setan seperti aku ini juga, pada hakekatnya apa? Apa? Aku ini apa?
ADA YANG MENJAWAB: SETAN!
Stttt! Ini kan monolog!
MEMBERI ISYARAT PADA YANG NYELEYUK.
Lihat esensinya. Masalah dasarnya. Benang merahnya. Jangan pernik-perniknya tok. Itu namanya cerewet, kenes dan korup. Kalian harus punya nyali. Hidup ini perjuangan tahu? Kita harus menjadi pahlawan dalam diri kita sendiri. Jangan belum apa-apa sudah mengeluh, belum apa-apa sudah merengek. Ember!
Belum dipukul sudah mengaduh.
SEORANG PENONTON MAU MELEMPARKAN SEPATU
Aduh! Aduh! Aduh!
TIDAK JADI DILEM PAR
Itu tidak lucu, tahu!. Sebel aku!
MEMBERI JEMPOL PADA PENONTON YANG MAU MELEM PAR.
Kalian itu kurang bersyukur! Nggak manusia nggak binatang kalau tidak pernah bersyukur kalian semua akan masuk neraka, ngerti?! Makanya jangan kebanyakan sambat. Tutup mulut sekarang. Kerja keras saja. Itu baru professional! Setan!
TIBA-TIBA TERDIAM.
Sorry aku lupa, aku lupa Bro. Aku lupa, kalau neraka kosong, aku bisa dipecat. Angan dikira setan tidak bisa lupa. Ayo sambat, sambat lagi! Hujat semua! Maki-maki lagi! Sumpahin! Tuntut saja! Buka mulut lebar-lebar berkoar.Mengaum!!!
MENGAUM.
Mengeluih itu sehat!
KUDA IKUT MERINGKIK. KECOA DAN MANUSIA BERISIK. HINGAR-BINGAR. TIBA-TIBA BEREMBUS PUTING BELIUNG MENDERU-DERU. HUJAN. PETIR. KILAT. OMBAK MENDEBUR. DAN AKHIRNYA SUARA TSUNAMI MELANDA.
TAPI KEMUDIAN TIBA-TIBA SUNYI. SUNYI BEBERFAPA LAMA.
Ya begitu. Kalau sudah bising, jadi tahu bagaimana artinya sepi. Kayak gini ini. Asyik kan?
Jadi bukan tidak boleh berkicau. Paling juga hanya bising. Asal aku jangan mulai ikut-ikutan meradang. Sebab kalau aku goyang dikit aja. Batuk separuh saja. Semua bisa runyam.
KETAWA
Aku bumi tanah, air dan udara. Aku laut gunung dan cakrawala. Akulah alam yang selalu dilupakan. Baru kalau aku bicara kalian semuanya keder. Tak ada yangb san ggup melawanku.
Tapi jangan salah. Biar pun pantai sudah tercemar. Hutan gundul. Gunung-gunung bopeng, udara penuh Lumpur, aku tidak pernah marah membabi buta. Paling juga meregang sedikit.
MEREGANG. TERDENGAR SUARA GEMPA. TANAH REKAH. BANGUNAN RUNTUH.
Padahal juga aku hanya garuk-garuk. Sudah ratusan ribu manusia mati. Manusia semuanya memaki bilang alam sudah buas. Ozon bolong. Tuhan sudah marah. Negara-negara ketiga dimaki-maki sudah mengkanibal alamnya sendiri.
Padahal aku baru batuk kecil, karena ulah negara-negharea adijaya itu..
BATUK. GUNUNG MELETUS.
Nostradamus. Djojoboyo. Suku Maya sudah ribut. Katanya kiamat sudah dekat. Padahal ini baru acting persiapan. Bagaimana kalau aku ikut kalap beneran?
MEMBUKA MULUT LEBAR MAU BERSIN. SUSAH SEKALI TAPI KEMUDIAN BERSIN KERAS.
TIBA-TIBA GELAP.
LALU BERKEPLOK TANGAN. MEMANCING AGAR PENONTON IKUT KEPLOK TANGAN.
MENYALAKAN GERETAN.
Heran. Ada yang masih sempat keplok padahal sudah kiamat. Siapa itu?
MENCARI-CARI DENGAN CAHAYA GERETANNYA KE SEGALA ARAH.
Baru kalau sudah gelap, terasa indahnya terang. Baru kalau sudah lenyap semuanya nampak menyenangkan. Baru kalau sudah tidak ada segalanya berharga. Makanya jangan sambat , mengumpat-umpat melulu. Rasakan kesempatan di balik segala kekalahan.
MERINGKIK. ENTAKAN KAKI KUDA. PERLAHAN-LAHAN TERANG.
MENYANYI.
Aku seekor kuda. Aku lahir sebagai kuda dan akan terus hidup sebagai kuda. Dengan atau tanpa pelana tugasku berlari. Takdirku berpacu memikul segala beban yang ada di punggung. Berlari hingga hilang pedih peri.
Ooooo kudaku lari gagah berani
Ayo lari hai kudaku lari!
ENTAKAN KUDA SEMAKIN RAMAI. DARI ATAS TURUN BEBAN BESAR DAN BERAT. KUDA ITU MEMASANG KUDA-KUDA, MENUNGGU BEBAN ITU SAMPAI.
Aku seekor kuda
Aku lahir sebagai kuda
Aku akan terus menjadi kuda
Dengan atau tanpa pelana
Aku tetap berlari
Memikul beban berat sekali
BEBAN ITU MELANDANYA. IA TERUS BERJALAN SAM BIL MEM IKUL DAN MENYANYI SEMAKAN KERAS, SEMENTYARA BEBAN ITU MEN GGENCET DAN MENGHIMPITNYA, SAMPAI IA LENYAP.
Aku seekor kuda
Aku lahir sebagai kuda
Aku akan terus menjadi kuda
Dengan atau tanpa pelana
Aku tetap berlari
Memikul beban berat sekali
Tapi aku sudah tidak peduli
LAMPU MEREDUP DAN PADAM. SUARA NUYANYIAN DAN ENTAKAN KAKI SERTA RINGKIK KUDA ITU TERUS TERDENGAR SAYUP.
.
Nanyang, 1 Februari 08 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar