Poligami

POLIGAMI
monolog
PUTU WIJAYA

SEMUA PERAN ( DALANG, UPI, IBU DLL ) DAPAT DIMAINKAN OLEH SATU ORANG LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN (ATAU OLEH BEBERAPA ORANG SESUAI DENGAN KARAKTERNYA) , TANPA MELAKUKAN TRANSISI KETIKA MASUK KELUAR PERAN, CUKUP DENGAN MENGUBAH BAHASA TUBUH DAN SUARA. ATAU NYAMBUNG SAJA DAN MEMBIARKAN IMAJINASI PENONTON DAN SITUASI YANG MENGGERAKKAN PERISTIWA.
SEORANG WANITA MASUK KE PANGGUNG MEMIKUL KURSI SAMBIL MENANGIS. DI PANGGUNG IA NGELAP KURSI ITU SAMBIL TERUS TERSEDU. SETELAH PENONTON TERBAWA, LALU MEMBERIKAN NARASI SEBAGAI DALANG.

SEBAGAI DALANG
Nasib kaum perempuan sungguh menggenaskan. Dari zaman baheula sampai sekarang mereka selalu jadi korban. Kalau tidak dipaksa banting tulang di sumur atau di dapur, mereka disiksa, didera di tempat tidur. Penderitaannya terus mengejar sampai ke liang kubur. Tak heran kalau mereka menangis seumur-umur karena nasibnya babak belur.
Setiap malam, ada seorang perempuan muda berdoa di samping tempat tidurnya. Matanya berkaca-kaca. Suaranya terbata-bata. Ia tidak mampu memejamkan mata, sebelum menumpahkan rasa dengan kata-kata yang sama selama bertahun-tahun.
SEBAGAI UPI:
Siapa pun yang bisa mendengar suaraku ini, aku hanya mohon pengertian dan kerjasamanya. Hatiku hancur berkeping seperti lagu yang dibawakan oleh Broery Marantika. Namun aku tidak menyerah. Aku masih tetap mau hidup, tetapi tidak dengan luka seperti yang dialami oleh nenek dan ibuku serta seluruh kaumku di seluruh Tanah Air tercinta ini.
Nasib perempuan di negeri ini memang rawan. Kami selalu dihinakan, dikesampingkan, dikorbankan dan ditindas oleh masyarakat yang sebenarnya dikuasai oleh laki-laki. Kami perempuan dipuja, dininia-bobokkan, disanjung-sanjung bagai bunga dalam jambangan bunga porselin yang harganya ratusan juta. Supaya kami diam, bungkam dan tidak mampu lagi berkata. Lalu kami akan manut saja diinjak, dikibulin, dicaci-maki, dikadalin dan dicipoain oleh laki-laki. Baik dia masih menjadi pacar atau pun sesudah sah menjadi suami, apalagi bos, termasuk yang sudah tua bangka yang semakin berkobar-kobar kebandotannya..
Nenekku adalah perawan desa yang nomor satu kecantikan dan potongan tubuhnya di kampung. Bagaikan anjing-anjing di musim kawin, para lelaki berdatangan dari seluruh penjuru, menyembah dengan berbagai iming-iming, harapan muluk dan kasih-sayang melimpah, agar dapat merengut nenek sebagai istri. Jangankan harta dan kehormatan, nyawa pun akan direlakan, kata mereka. Tetapi begitu nenek menyerah pada bujukan seorang laki-laki yang kemudian adalah bapak ibuku dan kakekku, hidupnya langsungng berguncang. Hanya satu minggu nenek dimanjakan, pada hari ke delapan, kakek kabur, kembali ke pada sembilan istrinya yang sudah gentayangan mencari. Nenek meratap dengan janin ibu di dalam perutnya. Ia mengutuk kakek yang sudah menipunya, tetapi apa daya nasi sudah jadi kerak. Dia hanya berpesan kemudian kepada ibu, hati-hati berhadapan dengan laki, katanya, jangan percaya mulutnya, jangan percaya janji-janjinya, tatap mereka dengan tegas, jangan berikan kesempatan mereka menipu lagi!”
Ibuku, putri nenekku yang cantiknya juga mewarisi kemolekan nenekku mendengar, mencatat dan menyimak baik-baik pesan nenek. Tetapi giliran ia dikerubuti para lelaki, digerayangi rayuan gombal, hatinya lumer. Akhirnya ibu bertekuk lutut pada seorang lelaki yang dianggap paling baik, paling bisa dipercaya yang menghaku masih perjaka, di samping kantongnya juga berisi. Tapi tidak seperti yang dialami oleh nenek, jadi bukan delapan hari, baru tiga hari pernikahan, suaminya, bapakku, sudah mulai main gampar. Ibuku ditendangnya, dimaki-maki dikatakan sudah tidak perawan, mata duitan, mau menguras duit kekayaan orang tuanya. Dan akhirnya dia juga kabur bersama seorang janda kaya sambil membawa semua perhiasan-perhiasan milik ibu. Tewrnyata istrinya juga sudah lima.
Hidup kami di negeri ini memang rentan, kami semua perawan di sarang penyamun. Ditanggapi sebagai manusia kelas dua. Semua fasilitas, jabatan, hak-hak, lebih memanjakan lelaki. Perempuan disisihkan, dipoligami, diperlakukan sebagai sawah. Orang belum merasa punya keturunan kalau belum punya anak laki. Kalau mencari pekerjaan, bukan kepintaran dan ijazah kami yang dinilai tetapi kecantikan dan keberanian kami melayani bos-bos seperti suami sendiri.
Perempuan kalau salah sedikit saja, langsung masuk les hitam. Salah ngomong disumpahi judes dan kurang ajar. Keluar rumah malam hari dianggap jalang, padahal itu tugas untuk menjaga asap dapur. Sementara laki-laki, makin jahat makin dihormati. Sudah jelas koruptor, penipu, pembunuh, pembantai hak-hak azasi, masih saja disanjung-sanjung bahkan diangkat menjadi pejabat. Tak sedikit yang mendapat tempat di Makam Pahlawan. Tak heran kalau pahlawan seperti Bung Hatta ogah dimakamkan di sana.
Perempuan kalau melirik laki-laki dianggap aib. Tapi kalau lelaki menjahanami banyak perempuan dibanggakan sebagai jantan dan jagoan. Ini semua tidak adil. Keadilan seperti bukan hak perempuan. Kemanusiaan juga sudah mengabaikan perempuan. Karena itu kalau boleh memilih lagi, aku tidak mau dilahirkan sebagai perempuan. Aku ingin menjadi laki-laki. Aku ingin membalas semua penderitaan nenek dan ibuku serta perempuan-perempuan yang sudah dipoligami. Aku tidak mau lagi menjadi perempuan karena itu berarti korban!
UPI TIDUR DENGAN MELETAKKAN KEPALANYA DI PANTAT DI KURSI
SEBAGAI DALANG:
Baru setelah berdoa seperti itu, perempuan itu merasa dadanya plong. Ia tahu tak ada yang yang akan mau mendengarkan apa permintaannya. Tetapi ia tidak peduli, ia terus saja berdoa dengan kata-kata yang sama.
Pada suatu malam. Sunyi bagai kehidupan berhenti. Setelah selesai berdoa, perempuan itu siap untuk berbaring. Tiba-tiba jendela merintih disodok angin malam. Lalu terdengar suara. Besar dan seram.
SEBAGAI SUARA:
Anakku, kaukah yang selalu berdoa itu?
UPI TERBANGUN.
SEBAGAI UPI:
Siapa itu?
SUARA:
Kau tak perlu tahu siapa aku. Kau tak akan pernah melihat kecuali mendengar. Tapi aku mendengar setiap katamu bahkan yang belum sempat kau ucapkan.
SEBAGAI UPI:.
Kamu siapa? Tuhan?
SUARA TERTAWA
SEBAGAI SUARA:
Bukan. Aku hanya seorang pendengar. Jadi kamu benar-benar ingin lahir sebagai laki-laki?
SEBAGAI UPI:
O ya! Jelas!
SEBAGAI SUARA:
Kamu tahu apa artinya menjadi laki-laki?
SEBAGAI UPI:
Kenapa tidak?!!
SEBAGAI SUARA:
Apa artinya lelaki?
SEBAGAI UPI:
Lelaki adalah kebebasan, kekuasaan, kesewenang-wenangan. Dengan menjadi lelaki akan aku tebus dendam yang sudah mendera nenek dan ibuku. Akan aku balikkan nasib perempuan. Akan aku bayar kontan seluruh penderitaan mereka!
SEBAGAI SUARA:
Kamu tahu apa konsekuensi perempuan menjadi laki-laki?
SEBAGAI UPI:
Konsekuensi apa?
SEBAGAI SUARA:
Perhatikan baik-baik, perempuan dan laki-laki itu banyak perbedaan!
SEBAGAI UPI:
Bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki? Cih! Itu tahyul! Tahyul yang dibuat oleh laki-laki yang didongengkan untuk melumpuhkan perempuan. Baca buku Sarinah Bung Karno, lihat kenyataan, perempuan lebih kuat dari lelaki. Perempuan yang lebih banyak bekerja, laki-laki hanya tukang senang-senang. Semua itu isapan jempol. Beri perempuan kesempatan yang sama, posisi yang sama, adu siapa yang akan menang, laki atau perempuan? Jangan sombong!
SEBAGAI SUARA:
Bukan perbedaan kemampuan maksudku, tapi perbedaan phisik!
SEBAGAI UPI:
Itu juga tahyul yang diciptakan laki-laki!. Rata-rata perempuan lebih panjang usianya dari lelaki! Ya tidak!
SEBAGAI SUARA:
Benar. Tetapi lelaki memiliki sesuatu yang tidak dimiliki perempuan!
SEBAGAI UPI:
Bohong!
SEBAGAI SUARA:
Nah itu juga bedanya, perempuan lebih emosional dari laki-laki!
SEBAGAI UPI:
Ah prek! Omong kosong! Dasar penipu!
SEBAGAI SUARA:
Ya sudah kalau tidak mau dengar!
SEBAGAI UPI:
Apa? Apa coba!
SEBAGAI SUARA:
Laki-laki punya sesuatu yang tidak dimiliki perempuan.
SEBAGAI UPI:
Bohong! Apa?
SEBAGAI SUARA:
Daging lebih!
SEBAGAI SUARA:
Nah, kalau kamu sudah mengerti, kalau mau menjadi lelaki, kamu harus tukar guling untuk menebus daging lebih itu, baru bisa jadi lelaki!
UPI MENGACUNGKAN KELINGKING KIRINYA
SEBAGAI UPI:
Baik. Jari kelingking ini tidak ada gunanya, ambil saja ini untuk tukar guling!
SEBAGAI SUARA:
Kelingking?!
UPI:
Ya. Sama-sama daging kan? Memangnya mau daging kuda?
SEBAGAI SUARA:
Tapi masak kelingking? Kecil amat, nanti kamu menyesal!
SEBAGAI UPI:
Oke kalau begitu ambil dua-duanya!
UPI MENGACUNGKAN KELINGKINGNYA YANG LAIN.
SEBAGAI SUARA:
Dua? Yang bener saja. Untuk apa dua, malah kamu nanti kelihatan serem. Satu saja cukup, asal yang mantap!
UPI BERPIKIR. KEMUDIAN IA MENJULURKAN KAKINYA.
SEBAGAI UPI:
Kalau begitu ambil jempol kakiku!
SEBAGAI SUARA:
Nah kalau ini lumayan gagah. Oke, jadi!
SEBAGAI DALANG:
Lalu suara itu hilang dan jendela tertutup kembali. Perempuan itu tertawa.
UPI TERTAWA.
SEBAGAI DALANG:
Kurang bagus. Kurang sinis.
UPI MENGULANGI TERTAWA SEPERTI YANG DIHARAPKAN DALANG.
SEBAGAI DALANG:
Ya itu lumayan (KETAWA)
UPI TERUS KETAWA MENGEJEK DIRINYA
SEBAGAI UPI:
Gila. Itu pasti suara dari hati kecilku sendiri. Kalau kita lagi suntuk, kita lebih banyak ngobrol dengan diri kita sendiri. Sialan. Buat apa aku peduli semua itu!”
UPI MELANJUTKAN MELETAKKAN KEMBALI KEPALANYA DI PANTAT KURSI MELANJUTKAN TIDUR.
SEBAGAI DALANG:
Perempuan itu lantas berbaring dan tidur. Mimpinya panjang dan indah. Tapi pagi-pagi pintunya digedor. Ibunya berteriak.
SEBAGAI IBU:
Upi! Upi! Upiiiii! Bangun, udah siang! Mau ke kampus tidak?!!
SEBAGAI DALANG:
Upi bangun. Dia lupa memakai kembali blusnya, karena dia biasa tidur telanjang. Ibunya memekik.
SEBAGAI UPI:
Kenapa Bu?
SEBAGAI IBU:
Daging lebih!
SEBAGAI DALANG:
Upi tercengang dia lalu berkaca memeriksa yang menyebabkan ibunya lari tungga-langgang. Ya Tuhan! Perempuan mana tidak akan pinsan kalau bangun pagi menjumpai daging lebih dan kumis di bawah hidungnya seperti yang dimiliki oleh Slamer Raharjo
Sejak itu Upi berubah menjadi laki-laki.Laki-laki yang gagah, tampan dan meluluhkan iman gadis-gadis. Dan sesuai dengan apa yang diniatkan sebelumnya, ia langsung mengobral cinta.
Tiap hari pacaran. Tiap hari juga memutuskan hubungan. Tak sampai sebulan, semua perempuan dan janda-janda di kampung habis dikecewakannya. Upi menjadi seorang play boy. Ia terkenal sampai wilayah-wilayah lain. Ratusan perempuan yang sudah disakiti dan disiksanya. Dendam nenek dan ibunya mungkin sudah terbalas, tetapi karirnya menyakiti perempuan digenjot karena sudah merasa keenakan.
Malang tidak dapat ditolak.
Pada suatu kali, datang seorang pemain sinetron dari Jakarta. Wajahnya 7 kali lebih cantik dari Dian Sastro (atau nama lain) dan 10 kali lebih panas dari Marilyn Monroe (atau nama lain).
Upi langsung jatuh cinta pada kerlingan pertama. Dengan menyusun kesepuluh jari, Upi berlutut di depan pemain sinetron itu, menyembah agar mau menjadi istrinya.
SEBAGAI UPI:
Belum pernah aku demam seperti hari ini. Setelah melihat wajah dan kehadiranmu, aku lebih baik mati daripada melihat kamu jadi milik orang lain. Demi cintaku yang suci, jadilah ibu dari anak-anakku, jadilah istriku.”
SEBAGAI BINTANG SINETRON:
Aku bersedia menjadi istrimu, tetapi dengan tiga syarat!
SEBAGAI UPI:
Jangankan tiga, seribu syarat pun aku bersedia!!
SEBAGAI BINTANG SINETRON:
Pertama, seluruh kekayaanmu, tanahmu, rumahmu, tabunganmu, kendaraanmu, sekarang juga dibalik nama menjadi milikku!
SEBAGAI UPI:
Ambil, ambil semuanya, bahkan gelarku pun boleh kamu pakai.
SEBAGAI BINTANG SINETRON:
Kalau kita punya anak, anak kita tidak akan pakai nama belakang keluargamu, tapi nama keluargaku!
SEBAGAI UPI:
Ah itu kecil, apa artinya nama! No problem!
SEBAGAI BINTANG SINETRON:
Yang ketiga, kamu harus berhenti memeluk agama, sebab aku ini atheis!
SEBAGAI UPI:
Apa sajalah, pindah agama, berhenti beragama, mati pun aku bersedia, asal kita bisa hidup bersama!
SEBAGAI BINTANG SINETRON:
Baik, kalau begitu, kita kawin sekarang.
SEBAGAI DALANG:
Demikianlah Upi yang sudah jadi laki-laki kemudian kawin dengan pemain sinetron yang jelita itu. Nampaknya sangat bahagia. Mereka selalu kelihatan mesra dan berpelukan ke mana-mana. Koran lokal menobatkan keduanya sebagai pasangan paling mesra tahun itu.
Tetapi sekali lagi malang tidak bisa ditolak, mujur tak bisa diraih. Tak tersangka-sangka datang lagi seorang bintang film lain dari Jakarta. Ia melangkah bagaikan singa si Raja Rimba keluar dari hutan membuat hati semua perempuan bergetar.
Gagah perjkasa dan seksi, tatapan matamu, goyang pinggulmu meruntuhkan iman. Ya Tuhan kenapa kau mirip Syahru Khan! Aduh tak tahan aku. Runtuh imanku!
Sekali pandang, bintang sinetron yang menjadi istri Upi, rontok imannya. Ia langsung mengejar bintang film yang mirip Shahru Khan itu. Tanpa mempedulikan Upi, apalagi minta izin, Bintang Sinetron itu kabur ke Jakarta untuk selamanya.
Tinggal Upi sendirian. Terperanjat, tak percaya, kenapa nasibnya sebagai lelaki begitu tak masuk akal tetapi nyata.
SEBAGAI UPI:
Ya Tuhan, aku tak menyangka begini nasib lelaki pada akhirnya. Habis manis sepah dibuang. Istriku lari begitu saja ketika ada yang lebih perkasa. Harta lenyap sekejap mata bersama dia. Kekayaanku musnah. Harga diriku juga amblas. Kehormatanku juga sudah habis. Aku merasa lebih hina daripada tikus cerurut! Kalau begini caranya, tak ada enaknya jadi lelaki. Tak ada gunanya hidup dipertahankan lagi. Apa arti hidup tanpa harta dan kehormatan. Lebih baik aku mendahului takdir, meninggalkan dunia yang kejam ini!
SEBAGAI DALANG:
Lalu Upi ksudah berdiri di tepi tebing yang tinggi. Batu-batu cadas nampak tajam dan seram di bawah sana. Kalau jatuh berarti fatal. Mengerikan.
SEBAGAI UPI:
Selamat tinggal dunia. Hidup ini ternyata tak seindah yang kubayangkan, tak ada perlunya lagi aku menunggu. Aku jemput akhir riwayatku yang tak ada gunanya ditunggu lagi tanpa kehormatan diri. Maafkan aku. Selamat tingal! Apa gunanya hidup tanpa harta, tanpa kehormatan, tanpa harga diri. Apa gunanya menjadi lelaki kalau yang aku dapatkan hanya pengghinaan dan nasib busuk begini. Selamat tinggal.
SEBAGAI DALANG:
Upi melompat. Tubuhnya melayang jatuh ke tebing. Sebentar lagi batu-batu cadas itu mencabiknya jadi berkeping-keping. Darah akan muncrat. Kepalanya mungkin akan pecah. Tangannya akan putus.
Upi yang sudah menjadi laki-laki gagah, tampan dan digilai orang sekampung itu hanya akan tinggal sebagai kenang-kenangan buruk. Oh nasib! Tetapi beberapa centi sebelum dihajar oleh cadas, ketika tubuh Upi yang melayang jatuh itu hampir berantakan, tiba-tiba, tiba-tiba:
Upi terbangun, sadar dari tidurnya.
Rupanya hanya mimpi. Seluruh kekacauan itu tidak benar-benar terjadi. Upi bengong. Ia memandang ke seluruh kamar. Masih tetap seperti kemaren. Tidak ada yang berubah. Tiba-tiba Upi kaget.
(KEPADA PENONTON) Setelah betul-betul kesadarannya kembali, tahu, apa yang pertama-tama serkali dikerjakan oleh Upi? Yang pertama-tama sekali dilakukannya adalah ini!
UPI MEROGOH KE BALIK PAKAIAN, MERABA KE BAWAH PERUTNYA UNTUK NGECEK ALAT KELAMINNYA. SETELAH YAKIN PADA PENGECEKANNYA, IA TERSENYUM DAN MENGELUARKAN KEMBALI TANGANNYA, SENYUM GEMBIRA DAN MENGANGKATNYA TINGGI-TINGGI.
SEBAGAI UPI:
Alhamdullilah, aku masih tetap seorang perempuan!!!!!
SEBAGAI SUARA:
Jadi anakku, kalau kamu ingin membela perempuan dari bencana penindasan, tak perlu menjadi lelaki, itu justru tambah menghinakan perempuan. Karena perempuan akan kelihatan sebagai mahluk yang lemah. Jangan! Kalau hari gini ada lelaki yang masih berusaha menindasmu dengan kekuasaan, uang, tampang, kekuatan, senjata bahkan dengan dalih apa pun, kamu jangan takut, cukup tatap matanya tanda kamu setara dengan dia dan katakan dengan tegas: “Tidak!”
(MENGHASUT PENONTON): Mengatakan apa? ( SAMPAI SEMUA PENONTON TERGERAK UNTUK MENJAWAB, LALU BERTERIAK BERSAMA PENONTON) Tidak!!!

Astya Puri 2, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar