Klenk

KLENK

Monolog

Putu Wijaya


TERDENGAR SUARA SKUTER BUTUT MEMECAHKAN KESUNYIAN. BISING DAN JELEK. BANYAK ORANG YANG DIPAPASNYA NYUMPAH-NYUMPAH.

Brengsek! Udah jelek nampang lagi!

Jelek-jelek kan motor!

Nggak pakai plat nomor dibetot polisi lhu!

Mana mungkin polisi nangkap mahasiswa kere. Paling juga pura-pura kagak tahu (KETAWA)

TIBA-TIBA TERDENGAR JERIT ORANG YANG HAMPIR KETABRAK.

Sialan. Mana mata kamu!

KETAWA

Ketinggalan! Makanya mentang-mentang pakai seragam jangan jalan di tengah!

KETAWA PANJANG. SUARA MOTOR MAKIN KERAS. TIBA-TIBA MOTOR MOGOK. TERDENGAR SUARA NYUMPAH-NYUMPAH. DISTATER BERKALI-KALI YANG KEDENGARAN HANYA SUARA KNALPOT KENTUT.

LALU SUNYI.

TAK LAMA KEMUDIAN KLENG MUNCUL PAKAI JAKET KULIT DAN RANSEL SAMBIL MENDORONG SEPEDA BUTUT MENYIBAK PENONTON. IA MENUNTUN SPEDA DAN KEMUDIAN MERMARKIRNYA SEMBARANGAN.

Nggak dikunci Oom?

Geletak sebulan di pinggir jalan juga nggak ada yang peduli. Eeee tahu-tahu tadi ada anak punk kampung bawain ke pondokan. Bukan karena hatinya baik, tapi minta ongkos. Sialan!

MENGHADAP PENONTON.


Selamat pagi! Saya datang memenuhi surat panggilan. (MENGELUARKAN DARI KANTUNGNYA SELEMBAR KERTAS). Tapi saya komplin, kok digeletakkan begitu saja di bawah pintu. Hampir saja tadi dibawa tukang sampah. Surat panggilan kok sepele amat. Nggak pakai amplop lagi. Dan kenapa waktunya mepet sekali. Coba. Begitu diterima sudah ditunggu di tempat. Untung ada motor butut itu. Meski mogok lima kali, mendingan timbang jalan kaki. Pokoknya kan sampai. Nggak telat kan?

LIHAT JAM

Sialan! Memang jam mati. Ini dipakai memang hanya buat variasi. Telat dua jam ya. Habis macat. Katanya sudah ada bus way. Ada three in one, anak sekolah sudah dipaksa masuk lebih pagi, kok masih macat-macat melulu. Brengsek, memang nggak ada yang beres. Apa saja sih kerjanya wakil-wakil rakyat itu. Janji selangit waktu pemilu, sekarang diam seribu bahasa. Kampungan! Tapi (NENGOK KANAN DAN KIRI) alhamduluillah untung macat. Yang jaga koket ketinggalan kereta jadi belum buka. Berarti masih bisa diterima. Kalau semua lancar sudah kedaluwarsa.

NAMANYA DIPANGGIL.

Yak Itu saya. Nama panjang saya itu. Dulu. Itu separuhnya pemberian orang tua, separuhnya lagi ditempel guru upaya bunyinya enak. Dan mudah nanti kalau bikin paspor. Sekarang saya cukup dipanggil Klenk. Pakai K bukan G. kalau pakai G maaf di Bali artinya kemaluan laki-laki. Saya suka filsafatnya. Di Bugis kata teman, kalau ada sengketa, mula-mula diselesaikan dengan ujung lidah. Kalau tidak mempan ujung lidah, pakai ujung badik. Kalau gagal ujung badik, ujung sekali lagi maaf, pakai ujung kemaluan. Seperti cabul, tapi betul Selain itu kleng bunyinya seperti creng, pembaruan!

KETAWA. SESEORANG MENEGUR.

Apa?

DITEGUR

KTP?

DITEGUR LEBIH KERAS.

Masih pakai KTP? KTP saya hilang. Ada paspor. Tidak berlaku? Kok aneh. Kalau punya paspor berarti sudah punya KTP, hanya saja hilang, Orang yang punya KTP belum tentu punya paspor. Jangan dibalik. O ya begitu? Mana peraturannya?

MENERIMA SESUATU.

Masak? (MEMBACA) Lho aturan kok bisa terbalik seperti ini. Ini salah Bos. Memang aturan dan ini otentik, tertulis. Tapi ini salah.. Kenapa KTP yang lokal bisa jadi lebih penting dari paspor yang internasional. Ya saya tahu, tapi peraturan itu kan dibuat untuk mengatur, untuk mempermudah. Ini kok malah bikin susah. Coba Anda baca. Betul nggak? Salah kaprah kan?!

MENYERAHKAN SURA KEPADA SALAH SEORANG PENONTON.

Itu kan salah! Kenapa yang salah mesti dipakai biar pun namanya aturan. Kalau salah itu harus diretul. Ya kan? Ya kan? Setuju? O tidak bawa kacamata? (MENGAMBIL LAGI SURAT) Pakai atau tidak pakai kaca mata, aturan ini tetap saja bunyinya sama dan salah. Maaf, saya bukannya mengajari, tapi saya kira ini tidaksehat. Kenapa hidup-mati kita ditentukan oleh KTP?

MEROGOH SAKU.

Ya sudah, ini KTP saya. (MENGELUARKAN 3 BUAH KTP) Nggak jadi hilang. Tadi keselip di kantong celana dalam. Dan saya punya lima. Yang dua sudah kledaluwarsa. Ini masih berlaku. Tapi nama saya beda-beda., sesuai dengan profesi dan agamanya yang tertera. Yang penting potretnya sama. Ini strategi hidup dalam rimba buas. Kalau salah menunjukkan KTP di tempat yang tidak welcome pada identitas kita, kepala bisa jatuh ke tanah. Dipancung, tanpa ada peradilan. Jadi ini bukan bermaksud untuk menipu, meskipun bisa dipakai untuk jualan suara dalam pemilu, ini jujur saja, demi keselamatan. Masuk kandang buaya harus jadi buaya, masuk kandang cicak harus jadi cicak. Silakan yang mana?

MAU MENYERAHKAN KTP. TAPI TERCENGANG KARENA TIDAK DITERIMA.

Nggak perlu? Tadi katanya perlu. O hanya untuk seremoni. Asal ditunjukkan, cukup. Ya sudah, kalau begitu lebih supel dan fleksibel. Jadi untuk regestrasi saya sudah cukup begitu saja? Apa?

MENDEKAT.

Maaf saya kurang paham. Bukan saya tuli, tapi cek dan ricek itu perlu untuk penegasan. Jadi sekarang KTP sudah tidak perlu. Bagus. Berarti komputerisasi sudah jalan. Itu hebat. Itu namanya baru warga millennium.

BERBALIK MENGAMBIL RANSEL, TAPI NAMANYA DIPANGGIL LAGI.

Dalem!

DIPANGGIL LEBIH KERAS

Klenk, bukan Kleng! Ya kenapa? Tidak boleh bawa ransel? Lho memang boleh masuk tanpa sepatu? Ini almari saya. (MENGELUARKAN SEPATU DARI DALAM RANSEL UNTUK MENGGANTI SANDAL JAPITNY) Maaf saya pakai sepatu dulu. (SEPATUNYA KOTOR) Jangan dilihat rupanya tapi niatnya. Ini kan passward buat pergaulan formal. Dan saya juga sudah bawa jaket. (MENGGANTI JAKET KULITNYA DENGAN SERAGAM MAHASISWA) Apa?

Tidak perlu? Apa maksunya tidak perlu?

Saya tidak perlu pakai sepatu? Dan tidak perlu pakai jaket juga? Tidak perlu semuanya? Maksudnya apa? Ah?

MENOLEH KE SEKITAR

Tidak boleh pakai apa-apa?! Telanjang? Nanti didenda oleh Undang Undang Pornografi. Masuk penjara pula! Tapi kalau memang begitu PERATURANYA, apa boleh buat. (MEMBUKA KEMBALI JAKETNYA) Apa?

MENDEKAT.

Coba tenang dulu semuanya. Apa?

MENDENGARKAN

Tidak boleh pakai indentitas, tidak boleh juga ada warna, tidak boleh bawa golongan, maksudnya organisasi massa dan dilarang bawa-bawa nama partai, panutan, keyakinan atau agama? Kok lebih banyak jangannya?

BINGUNG.

Tidak boleh bawa ide-ide dan gagasan juga? (TERCENUNG) Gila! Itu terlalu gila! Bagaimana mungkin kita bisa hidup tanpa ide dan gagasan-gagasan. Itu namanya membunuh kreativitas. Hari gini, masih pakai aturan kolonial, tidak boleh lagi mengembangkan pendapat sendiri. Itu foto-copy zaman kolonial, Bos. Sekarang zaman transparansi, buka-bukaan, gamblang, tidak perlu lagi ditutup-tutupi. Blak-blakan saja. Lebih baik ribut, tandanya masih hidup, tumbuh dan berkembang, daripada adem-ayem, menghilang dan habis tak ketahuan rimbanya seperti air masuk ke dalam pasir. Saya mengerti. Ini strategi budaya!

Tapi itu melanggar hak azasi manusia. Ini negara merdeka. Kebebasan individu dijamin, kenapa hari gini masih ada pemasungan-pemasungan? Itu tidak masuk akal! Cita-cita, pandangan hidup, keyakinan, partai, agama dan lain-lain itu kan urusan pribadi saya. Kostum atau seragam itu jelas kelihatan. Kalau salah kostum jelas akan mengganggu. Tapi ini isi pikiran, tidak boleh dibawa-bawa itu tidak mungkin. Manusia kalau tidak membawa pikirannya itu hanya 2 kemungkinan, mayat atau robot. Lha kita semua manusia hidup. Apa salahnya kalau keyakinan saya merah atau hijau atau biru atau putih, asal tidak menyerang orang lain. Apa salahnya kalau agama saya tak sama dengan yang lain, asal saya menghormati kehadiran agama lain? Ah?!

MENENGOK KANAN DAN KIRI.

Wah ini sudah mundur berapa ratus tahun kalau begini. Saya kemari dengan membawa niat bekerja. Apa niat juga tidak boleh? Apa?

MEMEGANG KEPALANYA.

Ampun! Modar! Semua keliru kalau begini. Kalau di sini baru niat saja sudah tidak bisa, maaf, ini bukan tempat saya. Meskipun saya sebenarnya ingin sekali di sini. Sorry. Saya tidak mau balik ke zaman primitif di mana orang lain adalah musuh, orang lain adalah srigala, orang lain harus dibunuh, karena kalau tidak kita yang akan dibunuh, hanya karena tidak sama. Itu bar-bar.

TIBA-TIBA DISAMPERIN PETUGAS.

Lho kok saya dikepung. Saya kan berkata jujur. Itu pendapat saya. Saya belum diterima, jadi saya masih tergolong orang luar yang boleh saja ngomong apa adanya. Boleh tidak suka, berarti kita berbeda. Tapi berbeda kan tidak harus pukul-pukulan, karena kita tidak mencari kalah-menang. Kita hanya saling bergaul. Kalau cocok terus, kawin, kalau tidak ya kita menjauh tapi saling menghormati. Begitu kan?

DIA MENCOBA MENEPISKAN ORANG YANG MEMEGANGNYA.

Lho, lho kenapa saya dipegang. Saya hanya ngomong, saya tidak akan ke mana-mana. Saya minta diwongake! Diperlakukan sebagai manusia yang yang sempurna sama dengan yang lain. Apa salah saya?

KETAWA

Wah ini saya kok diperlakukan seperti anak-anak. Nggak usah diborgol, orang saya tidak punya salah apa-apa kok. Hanya beda pendapat. Berbeda itu kan sah dan dibela di dalam demokrasi. (KETAWA LEBIH KERAS) Itu apa-apaan. Tidak lucu. Kok pakai senjata pula. Senjata itu untuk nembak pencuri ata perusuh, jangan diarahkan ke kepala saya. Nanti kalau tangannya berkeringat, bisa seperti Bhisma yang membunuh Dewi Amba karena tidak sengaja. Jangan mengertak saya begitu. Itu tidak dewasa. Desiplin itu tidak boleh dibangun dengan menanamkan ketakutan, tapi harusnya oleh cinta dan solidaritas.

MULUTNYA DIPUKUL

Aduh. Lho saya kok dipukul. Saya ke mari memenuhi panggilan. Kok di sini disiksa. Kalau tahu disiksa ngapain ogut ke marai?!. Kalau begitu ini bukan surat panggilan!. Ini surat perintah penangkapan!

TERGOPOH-GOPOH MEROGOH KANTUNGNYA LAGI. LALU MENGELUARKAN SURAT PANGGILAN ITU. IA MENGELUARKAN GERETAN DAN MENERANGINYA SUPAYA LEBIH JELAS. KEMUDIAN IA MEMBALIK.

Oh sorry terbalik. Mestinya di baliknya.

MEMBACA DI BALIKNYA. TIBA-TIBA TANGANNYA GEMETAR. LALU SURAT ITU JATUH DARI TANGANNYA.. BADANNYA GEMETAR. IA MELIHAT KE DEPAN DENGAN KAGET DAN TAKUT.

Ya Tuhan, betul. Saya keliru. Itu bukan surat panggilan diterima bekerja. Itu surat penangkapan. Jadi saya ditangkap? Kenapa saya harus ditangkap? Apa yang saya lakukan? Demo kan boleh? Protes kan baik untuk membuat yang diprotes itu jadi ada kendali. Kritik-kritik perlu. Bahkan kekerasan-kekerasan sedikit untuk pergolakan itu supaya ada dinamika, jadi kita akan terus berpikir. Dengan berpikir masyarakat akan jadi terasah kritis. Dan kalau rakyat sudah kritis, para pejabat tidak akan bisa lagi seenak udelnya cipoa, para pedagang tidak akan semau-maunya memutar kebenaran dengan duit. Apa itu salah? Apa kita harus tidur dan mati sebagai bebek semua. Tidak bukan? Tidak bukan?

MELIHAT KE SEKELILING.

Itu lihat mereka setuju. Ini normal. Apa yang saya lakukan, dilakukan oleh semua orang di seluruh dunia. Karena zaman sudah berubah. Yang lama sudah ditinggalkan. Ini millennium ketiga, semua serba baru.

SEBUAH KOSTUM PUTIH DILEMPARKAN KEPADANYA.

Apa ini? Pakaian seragam? Saya mesti pakai pakaian seragam dan meninggalkan semua yang saya pakai sebelumnya? Salah saya apa? Pengadilannya belum digelar, kok saya sudah dikenakan hukuman?

MENGURAIKAN KOSTUM ITU.

Putih lagi. Ini warna tanda kesucian atau tanda kematian? (DIA SENDIRI TERKEJUT MENDENGA SUARANYA SENDIRI)

TERDENGAR SUARA GEMURUH

Baik, kalau memang tidak ada jalan lain, saya akan pakai ini. Kasih saya waktu satu menit. (MEMAKAI PAKAIAN PUTIH ITU) Pas? Ukurannya pas sekali? Kalau kemaren mungkin kebeasaran. Tapi besok mungkin sudah kekecilan. Ini memang pas sekarang. Gila!

TERDENGA SUARA MUSIK INDAH. IA MELIHAT KE SEKELILINGNYA.

Lho ini di mana ini? SKalau tahu begini saya tidak mau ke mari tadi. Saya mau bekerja, bukan melihat pemandangan indah-indah. Saya mau berkeringat dan menangis. Saya senang menderita. Semuanya itu membuat saya merasa ada dan berguna. Saya tidak ingin jadi turis, tapi di mana ini?

MELIHAT KE SEKELILING. SUARA MUSIK ITU MULAI KEDENGARAN LIAR DAN KERAS.

Lho kalian semua ini siapa? Kok tidak ada yang saya kenal? Waduh saya sudah salah jalan. Ini keliru. Ini pintu lain. Tidak! Saya nggak mau.

SUARA MUSIK BERUBAH MENJADI BUNYI-BUNYI LIAR, BRUTAL DAN MENYAKITKAN. KLENK KETAKUTAN. DIA MEMBUKA KEMBALI PAKAIAN PUTIH ITU, TAPI TIDAK BISA. DIA BERONTAK.

Jangan maksa orang yang tidak mau! Jangan pakai kekerasan! Ini brutal!

BERGULING MENCOBA MEKEPASKAN DIRI TAPI TIDAK BISA. BUNYI-BUNYI TAMBAH MEMEKAKKAN.

Brutal! Kolonila! Sadis! Anarkhis! Kejam! Tolong! Tolong!!!!!!!!

KLENK MENGGELEPAR-GELEPAR TAPI TAK BISA LEPAS. BUNYI MEMUNCAK. DAN AKHIRNYA KLENK BERHENTI BERONTAK KEHABISAN TENAGA. BUNYI BERHENTI.

Oke! Oke! Aku menyerah! Aku pasrah!

TERDENGAR SUARA ORANG MENGISAK. KLEWNK BERDIRI PERLAHAN-LAHAN.

Baik. Aku manut, meskipun aku tidak setuju. Aku akan ikut meskipun aku tidak suka. Bagiku ini tak masuk akal. Di dalam hatiku aku akan terus melawan. Aku menentang. Aku punya pendapat lain. Tapi aku tahu, siapa yang mampu melawan KAMU?

DENGAN TENANG DIA MENGAMBIL KEMBALI SEPEDANYA, LALU BERSIAP UNTUK BERANGKAT. DIA MELAMBAIKAN TANGAN.

Tapi aku tidak pernah pergi. Aku selalu di situ di lubuk hatimu

MENUNTUN SEPEDANYA KELUAR. SEMENTARA ISAK TANGIS ITU BERTAMBAH JELAS.


Jakarta 21 April 2010
Di peringatan hari Kartini, Klenk telah pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar