BABI
monolog
Putu Wijaya
SEBUAH KURSI. SEBUAH PAPAN PUTIH ATAU LEMBARAN KERTAS YANG BIASA DIPAKAI UNTUK MEN ULISKAN CATATAN-C ATATAN KALAU ADA MEETING.
ANWAR DUDUK MENGHADAP PENON TON, BERHADAPAN DENGAN DOKTER UNTUK MENJELASKAN MASALAHNYA
Setiap kali mau menulis namaku sendiri , tanganku selalu kesleao menulis kata babi. Aku dongkol sekali. Aku sudah mengunjungi seorang ahli ilmu jiwa. Tapi hasilnya nol. Aku juga sudah datang mengadukan nasibku pada seorang pintar, tetapi dia hanya menasehati aku agar lebih, tawakal, rajin sembahyang, khusuk mengasah iman. Padahal aku berani bertaruh aku lebih beriman daripada dia.
Kawan-kawan memberi nasehat supaya ambil cuti dan beristirahat total. Itu tidak mungkin. Orang lapangan seperti kita mana bisa istirahat. Tidak kerja berarti tidak ada uang. Tidak ada uang berarti nyawa melayang. Aku terlalu mencintai hidup ini.
Bingung. Memang. Aku sudah pusing tujuh keliling. Aku yakin benar, mungkin sekali aku sedang berubah untuk menjadi gila.
TERTAWA
Orang gila biasa tertawa tanpa sebab. Alam menerobos tubuhku dan menyuruh aku ketawa. Ini bahaya.
Akhirnya atas inisiatipku sendiri aku putuskan datang ke dokter bedah. Jadi begini, Dokter. Setelah aku pikir-pikir lama dengan mempertimbangkan semua kemungkinan, resiko dan kemampuanku sendiri aku membuat keputusan. Aku mau berpisah dengan tanganku ini.
MENUNJUKKAN TANGAN KANANNYA.
Sudah jelas, idiologi kami berbeda. Daripada bosok, konyol, bete diganggu terus, lebih baik aku putus sekarang. Lebih cepat lebih baik. Aku tidak kuat lagi menerima pemberontakan tangan kananku ini. Dengan segala kerendahan hati, tanpa bermaksud untuk mengajari, aku minta Dokter sudi memotong tanganku ini.
MENGGULUNG LENGAN BAJU KANANNYA, MEMPERLIHATKAN SELURUH TANGAN.
Atau aku perlu buka baju?
MAU MEMBUKA BAJU.
Aku serius Dokter. Apa? Tangan kanan ini bukan tangan kiri. Yang kiri oke. Anteng. Tidak suka membantah. Disuruh nyebok tiap pagi sore dan malam juga tidak pernah protes. Yang kanan ini yang keterlaluan. Banyak tingkah. Tidak Dokter. Jangan salah, aku tidak terburu nafsu. Itu bukan karakterku. Apa? Okelah, silakan saja.
TERTEGUN. LALU MENGULURKAN TANGAN KIRINYA.
Tapi terus-terang saja, yang kiri ini tidak apa-apa Dokter. Dia tidak pernah membantah. Masak Dokter tidak percaya. (MENGGULUNG LENGAN BAJU KIRI) Lihat. O, ini hanya tattoo kecantikan bukan tanda aku pernah masuk penjara. Aku sudah mencoba menghilangkan tapi belum bersih betul. (MENOLEH) Faktor-faktor sampingan? Faktor sampingan apa? Memang saya belum terlalu yakin apa dia betul nekat menganut idiologi berbeda, kalau ya, memang dia tidak akan mungkin bertindak serampangan (MENGENGUK) O ya? Dokter khawatir ini hanya sekedar pancingan. Maksudnya?
BERDIRI.
Ya, ya, saya setuju aku tidak boleh cepat terpancing. Saya harus berpikit sejenak, renungkan apa yang hendak dilakukan sebelum bertindak. Baik, baik saya tidak akan beri komentar lagi. Saya akan rileks.
DUDUK KEMBALI
Seperempat jam? Baik Dokter. Saya akan coba tenang. Saya tahu bagi professional dan professor seperti Dokter yang sudah banyak pengalaman, tidak ada yang sulit untuk dilakukan. Saya sudah membaca, saya dengar dokter sudah memotong ribuan tangan orang. Karena itu saya datang ke mari. Jangan takut, saya tidak akan menyesal. Yak! Saya paham. Silakan istitrahat dulu.
DOKTER PERGI.
Aku tidak mengerti, mengapa aku harus rileks. Orang sakit mana mungkin rileks, karena itu aku datang ke mari. Kalau tidak sakit, buat apa ke mari, cari penyakit aja! (MEMPERHATIKAN DAN MERABA-RABA TANGAN KANANNYA YANG MEMAKAI BEBERPA CINCIN DAN JAM TANGAN) Apa boleh buat, kita tetap harus berpisah, kanan. Sorry. (MENCOPOT SEMUA HIASAN DI TANGAN KANANNYA DAN MEMINDAHKAN KE TANGAN KIRI) Aku terpaksa melepaskan semua asesoris ini.
TIBA-TIBA TANGAN KANAN YANG SUDAH DILUCUITI ITU MENAMPAR DAN MEMUKUL. TANGAN KIRI CEPAT MEMBANTU MELINDUN GI ANWAR DENGAN MEMEGANG TANGAN KANAN . TERJADI PERGUMULAN
Dokter! Cepat! (TERUS MEMEGANGI TANGAN KANANN YANG BERONTAK) Saya kira tidak ada jalan lain, harus dipotong Dokter! (TERUS BERJUANG, AKHIRNYA MENGINJAKNYA DENGAN KAKI BARU TANGAN ITU DIAM)
Bangsat! (MENOLEH KE DOKTER) Kenapa Dokter? Potong saja cepat! Ah? Ada sesuatu yang lain pada tangan ini? Ya memang, sebab cincin dan jam tangannya sudah saya copot. Itu milik saya! Ya kan tangan ini mau dipotong! Jam dan cincinnya saya pindah ke mari. (MENUNJUKKAN TANGAN KIRINYA YANG BERISI CINCIN DAN JAM) Bahkan jadi lebih keren kalau di pakaikan di tangan kiri.
TIBA-TIBA DOKTER MEMBERANGUS TANGAN KIRI ITU. TANGAN KANAN BEBAS DAN MENGAMBIL TALI, LALU IKUT MENGIKAT TANGAN KIRI KE KURSI. ANWAR BINGUNG.
Lho, lho kenapa diikat Dokter? Yang jahat yang kanan! (MENOLEH DAN TERKEJUT) Ya Tuhan, Dokter mau memotong tangan kiri saya? Tunggu! Tunggu, jangan salah! Yang nyeleweng yang kanan bukan yang kiri! Dokter! (TERKEJUT) Stttt? Kenapa Stttt?
(TERBELALAK) Politik? Politik bagaimana? (MEMPERHATIKAN DENGAN SEKSAMA) Masak bisa begitu Dokter? Itu namanya jungkir balik. Sandiwara. Ajaib. Saya tidak percaya. Bagaimana mungkin, kelihatannya saja tangan kanan yang salah, tapi sebetulnya biang keroknya, otaknya tangan kiri? O ya? Jadi tangan kiri merasa rendah diri karena ada tattoo, ya, ya, itu cukup m asuk akal. Dan dia juga iri karena tangan kanan pakai jam tangan dan cincin kawin berlian? Aduh keterlaluan! Lalu dia mencoba melakukan sabotase? Ah? Jadi sementara tangan kanan saya menulis, tangan kiri itu diam-diam menutup mata saya, lalu apa? Lalu menggosok tulisan itu menjadi, menjadi, menjadi apa yang biasa yang tulis? Babi? Ya! Itu yang biasa saya tulis: babi! Kalau mau menuliskan nama saya selalu menulis: Babi!
BERPIKIR DAN MULAI MARAH
O jadi begitu? Kurangajar, kamu!. Nggak kepikiran betul itu!.Sialan juga!
TANGAN KIRI BERONTAK. DIA CEPAT MENGIKATNYA LEBIH KUAT BAHKAN MENENDANG DAN MAU MENGINJAKNYA. LALU M EMUKULNYA KERAS.
Rasain! (MAU MEMUKUL SEKALI LAGI TAPI DICEGAH DOKTER) Oke, oke, saya cuma gertak sambal Dokter, biar dia punya desiplin sedikit. Dia kan hanya tangan, pelaksana saja, saya ini yang Bos! Ngerti kagak, lhu! (MELUDAH)
KETAWA
Maaf Dokter, itu kebiasaan. Kalau tidak meludah sedikit, dia akan menganggap saya hanya kurang tegas. ( TANGAN KIRI BERGERAK SEDIKIT) Hee diam lhu! Mau lagi ya?!! Oke, oke Dokter, sekarang bagaimana? Kita potong saja? Jangan? (MENDENGARKAN) Terus? Apa? Saya harus menulis? Menulis? Menulis apa? Di mana? O di situ? (MENUNJUK PAPAN/KERTAS YANG BIASA DISIAPKAN KALAU ADA MEETING) Menulis apa?
MENDEKAT DAN MENGAMBIL CUPIDOL BESAR.
Menulis nama saya? Nama saya? (BERPIKIR) O, saya mengerti. Jadi setelah mengikat tangan kiri yang biasa melakukan sabotase itu, Dokter akan menguji untukmembuktikan bahwa tangan kanan saya akan bisa bekerja normal kembali menuliskan namaku dengan betul. Begitu kan? Saya tahu maksud Dokter. Tapi (BERPIKIR)
TANGAN KIRINYA BERGERAK-GERAK. TANGAN KANAN JUGA SIAP UNTUK MENULIS.
Tunggu dulu. Saya bingung Dokter. Saya tidak bisa dipaksa. Bukan. Saya bukan buta huruf. Saya sudah hampir ngambis S2., kalau saja tidak ada gangguan ini. Saya hanya. Tunggu. Tunggu. Biarkan saya tenang dulu. Saya tidak bisa dipaksa Dokter. Ini negara merdeka kan? Demokrasi lagi. Sebentar saja. (BERPIKIR)
BERJALAN-JALAN DAN MENYERET KURSI YANG MENGIMKAT TANGAN KIRINYA.
Untuk menenangkan pikiran saya harus jalan-jalan seidikit. Ini tidak gampang Dokter. Saya bisa.. Tapi saya tidak bisa. Bukan. Maksud saya, saya khawatir. Saya takut gagal lagi. Saya tidak berani melihat ada kegagalan lagi. Ya saya mengerti. Makanya diam dulu! Kasih saya waktu!
BERJUANG SEPERTI MENCOBA MEMENANGKAN PERTEMPURAN YANG TERJADI DI DALAM DIRINYA. MATANYA MELOTOT. URAT-URATNYA TEGANG. DAN SETELAH MENJALANI PROSES GEMETAR, NGEDEN DAN HAMPITR KALAH, AKHIRNYA IA MEMENANGKAN JUGA PERTARUNGAN ITU.
Yak! Aku sidap! Aku akan tulis sekarang. Aku akan selesaikan di sini secara jantan, supaya tidak berbuntut panjang lagi. Aku harus menulis apa? O ya! Namaku! Oke!
DIA MENDEKATI TEMPAT MENULIS, LALU MENULISKAN NAMANYA. KELIHATAN SANGAT SULIT. DIA BERJUANG. SETELAH LAMA BERJUANG AKHIRNYA DIA BERHASIL MENULISKAN NAMANYA DENGAN HURUP KAPITAL DAN BESAR DENGAN BAGUS SERTA JELAS DIBACA: ANWAR
SETELAH MENULISKAN NAMAN YA YANG TAMPAK MENGHABISKAN SELURUH TENAGANYA, IA DUDUK DAN MENGHAPUS PELUHNYA YANG BERCUCURAN. IA MELURUSKAN KAKI UNTUK RILEKS AGAR MEMPEROLEH KETENANGAN. LALU MENGHIRUP NAFAS PANJANG. SETELAH MEMEJAM MATA, IA MEMANDANG DOKTER. BICARA SOPAN DAN SANGAT TENANG.
Jadi bagaimana Dok? (MENDENGARKAN) Aku berhasil atau tidak? Apa? Aku harus membacanya? Dokter menyuruh aku membaca, apa Dokter buta huruf?
KETAWA
Baik. Aku tahu Dokter mau meyakinkan bahwa aku bisa membaca atau tidak. Oke. (BERBALIK MEMANDANG KE TULISANNYA SENDIRI) Oke, Dokter, oke, aku akan baca. Aku mau baca sekarang. Tapi sebentar, mana kacamataku. (DENGAN GELAGAPAN MENCARI KACAMATANYA. SETELAH KETEMU MENCOBA MEMBERSIHKANNYA LEBIH DAHULU) Tenang Dokter, tenang, aku akan baca. Sabar. Aku akan baca. (MEMASANG KACCA MATA)
BERDIRI DI DEPAN TULISAN DAN MEMBACA. TAPI NAMPAKN YA SUKAR SEKALI.
Tunggu Dokter! Aku perlu penerangan sedikit. (MENGELUARKAN HP DAN MENYOROKAN KE TULISAN ITU, TAPI NAMPAKNYA MASIH SULIT) Sabar Dokter. Sabar. Boleh buka jen delanya sedikit? Oke. Oke, cukup.
MENGERAHKAN SELURUH TENAGANYA UNTUK MEMBACA LALU BERTERIAK:
Babi!
LAMPU PADAM.
Jakarta, 9 Desember 1979
Tidak ada komentar:
Posting Komentar