monolog oleh:
PUTU WIJAYA
SEORANG GELANDANGAN YANG MENYANDANG SEMUA PAKAIAN DAN BARANG MILIKNYA, MALAM HARI SETELAH SATU HARI JALAN, MAU PARKIR SAMBIL SAMBAT.
Orang gila selalu bilang, semua orang lain di sekelilingnya gila. Hanya dia yang waras. Tapi aku tidak. Sebab aku bukan orang gila. Aku memakai pakaian begini, ini hanya akting. Karena aku tidak percaya pada apa yang disebut oleh manusia-manusia yang mengaku dirinya normal itu: rumah. Kenapa? Habis rumah itu kan sarang kebohongan. Di sana orang berpura-pura jadi orang baik. Sopan-santun. Hormat kepada orang lain. Menghargai tamu. Alim. Panca-Silais. Pura-pura rajin bekerja padahal kalau tidak ada orang. kerjanya molor melulu. Mangap dan ngorok seperti babi. Di rumah orang bersandiwara semuanya. Palsu. Orang tersenyum, tertawa, tidur juga palsu. Bercinta apalagi! Ahh, ahh, ahhh padahal nggak ada rasanya, supaya itunya seneng aja! Hanya kalau berak di kamar kecil mereka jujur. Karena di situ tidak ada orang lain. Tapi berapa lama orang bisa parkir di kamar kecil. Sepuluh menit? Paling lama juga setengah jam. Lebih dari itu pintunya akan digedor. Hee ngapain lhu di situ? Masturbasi?
KETAWA
Ngapain ketawa! Nggak usah heran aku bilang masturbasi. Jangan salah, aku yang mereka cap gelandangan ini, aku yang selalu bawa semua hartaku ke mana-mana begini, seperti bekicot, tapi aku bisa lebih intelek dari nyonya-nyonya penggede di dalam mobil mewah yang tahunya hanya (MENYEBUT MEREK BEKEN TERMASUK MEREK CELANA BIKINI) Aku lebih intelektual dari pejabat-pejabat yang beli gelar instan dari universitas yang sekarang berlomba-lomba cari duit itu. Jangan salah! Pengalamanku luas. Wawasanku tebal. Itu hasil tiap hari jalan. Tidur pun aku terus jalan. Jadi pengalamanku sudah terlalu banyak. Aku tahu apa yang tidak aku tahu, apalagi yang aku tahu. Aku tahu apa yang harus aku tahu, yang tidak diketahui tapi sebenarnya harus diketahui orang lain. Nah! Nggak ngerti kan! Canggih! Kritis! Itu idiologiku. Aku curiga kepada apa pun, siapa pun. Di dunia ini tidak ada yang bisa dipercaya. Termasuk aku sendiri. Itu yang nomor satu. Lainnya, makan, minum, pakaian, mobil, rumah. Duit, seks, apalagi masa depan, itu nomor dua! Itu yang membuat aku menjadi unik, khas, total dan otentik! Dan kadang-kadang dituduh gila! Tidak apa. Semua gading retak kalau sudah kropos. Orang-orang genius memang beda tipis dengan orang gila.
TERTEGUN
Kembali kepada lap top! Kalau sedang masturbasi, aku selalu menyanyikan lagu Payung Hitam Iis Darliah. Kalau bosan aku nyanyikan May Way dari Frankie Raden. Maksudku Frank Sinatra. Masturbasi itu artinya menyanyi, tahu! Di rumah-tangga hanya kamar kecil yang bebas untuk menyanyi, ngeden, berak dan menangis. Selebihnya semua hanya penjara. Salah sedikit saja, mata tetangga, istri, suami, anak, mertua, bahkan Tuhan, akan melotot dan kamu akan ditanyai. Dicecer sampai otak kamu meleleh. Kenapa? Kenapa? Ada apa? Dan kalau kamu tidak menjawab, kamu dianggap sudah masuk stadium tiga, ada tanda-tanda akan gila. Jadi daripada dituduh jadi orang yang akan gila sampai tua, kalau hidup baik-bai9k di situ, lebih baik gila sekalian, supaya bebas dari tekanan.
MENARUH SEMUA BEBAN DAN MENCOPOTI BARANG-BARANG BAWAANNYA.
Hanya sedikit sekali orang tahu, hanya orang-orang gilalah yang masih suci di dunia ini. Mungkin tidak ada! Tak ada yang tahu, yang tidak pernah melakukan dosa, yang tidak pernah jahil, yang tidak suka menipu, menikam dari belakang, memancing lawannya supaya mampus, dendam, iri hati, sirik, keki, cemburu, hanya orang gila. Yang tidak inmghin jadi wakil rakyat supaya bisa koruipsi, hanya orang gila. Hanya orang gila yang sadar bahwa dia tidak gila! Karena itu terimakasih, aku tersanjung kalau disebut-sebut sudah gila. Memang aku sudah gila, tidak seperti orang-orang lain itu mengaku dirinya sehat tapi sebenarnya edhan! Apalagi dokter jiwa! Itu manusia yang paling tidak stabil. Kalau mobil, dokter jiwa itu roda mobil yang semi!
ADA ORANG DATANG.
Ini siapa lagi? Apa? Kenapa? Kok melotot? Belum pernah lihat orang waras ya! Kenapa aku tidak boleh parkir di sini? Ini negeri merdeka kan? Ini kan kawasan bebas. Aku ngerti hukum. Aku kan tidak mengganggu siapa-siapa di sini. Aneh! Aku kan tidak merebut tempat orang lain. Kenapa mata kamu mau keluar begitu seperti aku ini kutu busuk yang mengancam kedudukan kamu? Sialan! Kemaren juga aku tidur di sini. Tuh di situ lihat, kalau tidak percaya, di situ bekas berakku masih ada. ( KE SUDUT MELIHAT) Ini! Lho kok masih utuh. Anjing sekarang sudah ikut-ikutan tidak mau menjamah rezekinya karena berasal dari tubuh gelandangan yang kamu anggap lebih nazis ini! Lihat. Di mana tahi kita itu berarti di situlah rumah kita! Jadi ini rumahku. Kenapa aku diusir dari rumahku? Apa kita perlu berantem seperti wakil-wakil rakyat di DPR supaya kelihatan galak di layar kaca? Tidak! Aku tidak mau pergi. Tahiku sudah terlanjur di sini! Aku tambahin sekaran g ( SIAP M AU BERAK) Pergi! Aku tidak biasa berak ditonton!
MENOLEH KEPADA PENONTON.
Heran, ada orang suka nonton orang berak,. Sakit kamu Bo! Tapi matanya hampa. Dia bengong melihat ada orang gila yang lebih waras dari dia yang merasa dirinya paling waras. Kasihan. Kostum, pakaian seragam, asesoris, kartu plastik dan semua gincunya yang lain, ternyata hanya embel-embel untuk menutupi cacadnya.
Dia sudah dilalap oleh pekerjaannya yang dianggap sebagai tugas suci. Dia lupa dia juga manusia yang memerlukan tetap untuk parkir. Itu yang menyebabkan aku tidak mau ikutan gendeng. Kenapa manusia harus dibeda-bedakan?
KEMBALI KEPADA ORANG ITU.
Tidak. Aku tidak mau pergi, karena aku tidak takut. Aku tidak mau diperintah siapa pun. Tuhan juga tidak pernah memerintahku! Aku tidak pernah mendengar perintahNya! Tidak usah kaget! Aku lihat rohmu melenting ke atas, badan kamu jadi kaku, karena ada orang yang tidak merasa takut melawan apa pun. Apalagi cuma kamu! Kamu, kamu (TERKEJUT) oh ini bukan tempat umum? Tapi begitu lebar. Banyak pohon dan rumputnya bisa jadi tempat main bola anak-anak kampung. Tetanggaku lima orang hidup di petak 3 kali 3 meter. Ah? Apa? Di situ pemiliknya? Pemilik ini semua? Kamu? Masak? Pakaian kamu seperti satpam. Paling juga tukang kebon. O begitu, kalau begitu sama. Aku juga tidak menilai orang dari pakaiannya. Juga tidak dari apa yang dikatakannya. Juga tidak dari apa yang dipikirkannya. Dan tidak juga dari apa yang dijanji-janjikannya. Aku menilai orang dari perbuatannya. Jadi Anda yang punya semua ini? Kaya sekali. Kok bisa? Bawaan dari sana ya? Masak? Kalau begitu pasti hasil korupsi! Lho korupsi itu kan perlu kiat dan keberanian. Itu juga prestasi! Kok ketawa? Nggak takut ditangkap KPK kan?
TERCENGANG.
Oh situ orang KPK? Bukan? Siapa dong? (KETAWA. LALU MENIRUKAN) Ada deh! Aku suka jawaban Anda itu. Tapi tidak usah ketawa. Orang yang kebanyakan ketawa itu orang gila. Ada orang gila yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya kecuali ketawa, ada orang yang gila karena semuanya dia sembunyikan dengan ketawa. Anda kelihatannya bukan. Orang gila tidak akan bisa korupsi sebanyak ini. Maksudku hanya hanya sebegini. Mestinya, ambil semua! Apa? Bukan korupsi? Lalu apaan? Usaha? (KETAWA) Bagus, bagus sekali. Betul-betul gila!
MELIHAT KE SEKELILING
Tapi ini cukup untuk bangsal orang satu kampung. Kalau aku bisa korupsi seperti ini, aku juga mau. Siapa yang nggak. Tujuh kali hidup lagi, paling aku hanya bisa jadi anggota DPR di kabupaten. Kabupaten yang garing lagi. Jangankan untuk dikorupsi, ngasih gaji saja dicicil. Apa itu?
MENERIMA SESUATU
Ini apa? Amplop? Masak pakai kirim surat, kalau ada yang perlu diselesaikan, kita bisa selesaikan sekarang di sini secara jantan. Bukan? Jadi apa? Duit? Ah! Aku tidak perlu uang. Untuk beli apa lagi. Untuk apa aku beli kalau aku bisa ngambil dari tong sampah. Kalau kurang aku bisa nyolong. Kalau ketahuan sogok saja. Sekarang kan semuanya bisa diatur kalau ada (MEROBEK AMPLOP DAN MENUNJUKKAN UANG) ini. Uang! Uang adalah segala-galanya.
TERKEJUT MELIHAT JUMLAH UANG ITU.
Lho amplopnya tebal, ternyata isinya hanya satu juta. Kurang limabelas ribu lagi. Emang potong pajak juga? Aku kira satu milyar. Ini uang receh semua pantas tebal. (MEMASUKKAN KEMBALI KE DALAM AMPLOP.) Nggak ah! Maaf! Aku tidak tidak bisa disogok! Aku anti sogokan. (TAPI MENYIMPAN UANG ITU KE BAWAH DADANYA). Aku tidak mau diusir, kalau perlu kita maju ke pengadilan! Apa?
ORANG ITU MENERIMA UANG SEGEPOK LAGI. DIA MEMERIKSANYA. TERNYATA BANYAK.
Sebentar, sebentar, berapa ini. Sabar aku belum selesai menghitung,. Ini, ah, oke, oke aku akan pergi. Tidak usah berteriak. Kecuali kalau mau nambah. Tidak perlu pakai kekerasan. Semua barang-barangku akan aku bawa, termasuk tahi itu.
KETAWA
Sekarang aku ketawa. Kalau sudah ketawa kamu baru jadi manusia lagi. Maksudku manusia yang waras. Memang ketawa itu obat seribu macam penyakit. Tapi kenapa aku ketawa? Bukan karena jumlah uang ini, tapi aku heran. Baru kalau digertak, semuanya bisa tokcer. Rakyat jelata, kalau digertak baru diem. Penggede kalau digertak baru ngeper. Hanya Tuhan saja yang tidak mempan kalau digertak. Tapi siapa berani menggertak Tuhan?
MAU MEMBERESKAN BARANG-BARANGNYA TAPI TERKEJUT KARENA TIDAK BOLEH.
Tidak boleh? Kenapa? Aku dapat dengan cara-cara halal! Aku tidak bisa pergi dari sini tanpa milikku, itu sudah bagian dari jatidiriku. Bahkan kadang-kadang itu rohku. Kalau aku tidak bisa bawa itu, aku akan mati. Apa kamu memang mau membunuh? Makanya. Nggak lama kok!
MENGAMBIL BARANG-BARANGNYA, TAPI SETIAP DIAMBIL SELALU ADA YANG BERCECERAN.
Sebentar, sebentar. Barang-barangku sudah mulai keenakan di sini. Dikiranya ini memang Tanah Airnya. Ayo jangan bikin susah Mama! Kita pergi, ini bukan negara kita. Ini tempat orang-orang kaya. Neolib itu! Kita di pinggiran neraka sana! Ayo! Lho kok bikin gua kesal. Manut!!!
TAPI BARANG-BARANGNYA SEPERTI TAMBAH SULIT DIANGKUT. AKHIRNYA DIA MARAH.
Bangsat! Kalau diajak baik-baik selalu begini. Ayo! Ayo! Kita berangkat!
MEMUKUL, MENARIK DAN MEMBANTING BARANG-BARANGNYA SEHINGGA TAMBAH BERSERAKAN DAN BERHAMBURAN. DAN KETIKA DIA BERUSAHA JUGA MENGANGKAT. DIA TERPELESET DAN BARANG-BARANG ITU MENINDIHNYA. GELANDANGAN ITU MEMAKI-MAKI KASAR DALAM BAHASA DAERAH.
Ya sudah. Kalau tidak mau ikut, kita berpisah di sini. Mama mau pergi. Terserah kamu mau bunuh diri atau apa, itu urusanmu. Kamu semua bukan lagi anak-anak Mama! (KEPADA PEMILIK KAWASAN ITU) Maaf, ada kesalahan teknis. Ini sebenarnya masalah pribadi, tetapi sudah waktunya digeber untuk umum. Kami sudah berbeda idiologi. Aku akan pergi sendiri, tanpa mereka semua, kecuali itu. Itu. Tahiku. Aku tidak bisa meninggalkan tahiku di sini. Sebab kalau dia di sini, aku tidak akan bisa buang air besar di tempat lain. Seperti orang Cina, sejauh-jauh dia pergi, pasti maunya mati di negeri leluhur. (MENDEKATI TAHINYA) Ini akan aku bawa pergi.
DIA BERSIAP HENDAK MERAIH TETAPI KEMUDIAN KESAKITAN.
Aduh. Maaf. Kalau sudah melihat tahi, aku jadi kepingin berak lagi. Boleh? Hanya untuk proforma saja. Aduh! Maaf tidak bisa ditahan lagi (LANGSUNG JONGKJOK DAN BERAK) Sorry. Apa yang terjadi terjadilah. Aku terima resikonya. Tapi berak di tempat sendiri memang enak. Pantas harta yang paling utama di dunia fana ini adalah Tanah Air.
(MENYANYI) Kulihat Ibu Pertiwi ……….. aku selalu masturbasi kalau buang air, maksudku menyanyi, (TERUS MENYANYI) ……………… Tanah dan Air. Tanah saja tidak cukup, harus ada air untuk cebok. Yak. Lega. Mantap. Terimakasih. Sekarang aku siap pergi.
TAPI DIA TIDAK BISA BANGUN.
Wah ada masalah. Aku tidak bisa cabut. Bukan tahi, tapi akar-akar keluar dari pantatku. Masuk ke dalam tanah dan menggapai air di dasar sana. Aku sekarang menempel, tidak bisa lepas. Aku bagian dari tanah dan air ini. Aduh, aku sudah tidak bisa bergerak. Tolong! Tolong! Aku ditarik masuk. Aku akan dikubur hidup-hidup. Tidak! Jangan! Aku belum selesai. Aku masih mau berjalan, Kaki lima dan tong-tong sampah di situ banyak yang belum aku gerawuk. Aku tidak mau pergi sekarang. Siapa yang akan merawat anak-anakku itu kalau aku pergi sekarang. Tidak, jangan! Kamu tidak bisa mengusirku dengan uang kamu! Sialan!
MENGAMBIL KEMBALI AMPLOP UANG DAN MELEMPARKANNYA. UANG BERHAMBURAN.
Aku tidak perlu duit! Aku lebih suka hidup!
AMPLOP KEMBALI DILEMPARKAN KEPADANYA. TAPI GELANDANGAN ITU MEROBEK DAN MELEMPARKANNYA LAGI. UANG BERHAMBURAN.
Aku bukan mata duitan! Aku pejuang! Aku pendobrak! Aku pelopor pembebasan. Persetan dengan uang. Tidak usah! Tidak akan mempan! Aku anti sogokan!
HUJAN DUIT DARI ATAS. GELANDANGAN ITU BANGKIT DENGAN TIDAK SENGAJA DAN MENEPIS SEMUA LEMBARAN UANG YANG BERJATUHAN ITU. DIA MEMUKUL-MUKUL UANG ITU. SETELAH DIA BENAR-BENAR BISA BERDIRI LAGI DENGAN BAIK, BARU HUJAN DUIT ITU BERHENTI. GELANDANGAN ITU BERDIRI DI LAUTAN DUIT. DI TANGANNYA ADA SELEMBAR DUIT TERPEGANG.
Jadi sudah jelas. Duit ini tidak bia mengusirku. (MEROBEK DUIT DI TANGANNYA) Duit tidak bisa dimakan (SETELAH DIROBEK, DUIT ITU DIMASUKKAN KE DALAM MULUTNYA) bisa ditelan tapi tidak bisa membuat rohaniku kenyang. (MENYEMBURKAN ROBEKAN DUIT ITU). Jadi aku tidak akan pergi karena duit. Ngerti tidak?!
TERDENGA SUARA SENAPAN DIKOKANG.
(KETAWA) Jangan menembak. Aku tidak akan pergui karena duit atau karena diancam mau ditembak.
TERDENGAR TEMBAKAN.
Jangan menembak!
SUARA TEMBAKAN MAKIN KERAS.
Ya sudah silakan, kalau betul tidak ada pelurunya! (TEMBAKAN GENCAR) Terus saja obral!Yang jelas aku tidak akan pergi karena duit dan aku tidak akan pergi karena ditembak. Tapi aku akan pergi kalau aku sudah yakin kamu bukan manusia! Aku tidak mau hidup dengan robot yang bergerak karena idiologi dan dogma-dogma! Aku mau hidup bersama manusia, karena aku bukan binatang, bukan hantu, aku manusia!
LEDAKAN. GELANDANGAN ITU BERGUNCANG. TERHUYUNG-HUYUNG, LEDAKAN BERKESINAMBUNGAN DENGAN TEMBAKAN. LALU TERDENGA SUARA SIRINE. GELANDANGAN DENGAN JATUH-BANGUN BERUSAHA MENGUMPULKAN BARANG-BARANGNYA DAN BISA MENGANGKIT KEMBALI SEMUANYA.
TERDENGAR SUARA KOKANGAN SENJATA.
Cukup! Tidak usah ditembak lagi. Aku sudah mati! Sekarang aku yakin kamu memang bukan manusia! Manusia sejati tidak akan menembak manusia lain karena alasan perbedaan! Silakan saja tembak dan bunuh yang kamu anggap tidak sesuai dengan rumusan kamu. Tapi berjuta-juta manusia lain di seluruh dunia yang tidak punya rumah, tidak punya duit, tidak punya idiologi, tidak punya berhala yang mengendalikan otaknya, masih terus berjalan seperti aku, mencari. Mencari, meskipun tidak akan pernah ketemu. Kamu sebut mereka orang gila sebab kamu gila. Aku tak peduli bagaimana akhir kisah kamu yang gila ini, karena aku lebih tertarik meneruskan langkahku mencari tempat yang tidak ada orang gilanya.
MELANGKAH MENYERET SEMUA BARANG-BARANGNYA. LALU BERHENTI SEBENTAR DAN MEMUNGGUT BEBERAPA LEMBAR DUIT.
Kamu bilang uang adalah segala-galanya. Uang dicari dikumpulkan dengan segala macam cara, termasuk membunuh orang lain, tapi kemudian hanya untuk dihambur-hamburkan begini. Oh, gila!
MENYERET KELUAR SEMUA BAWAANNYA SAMBIL MENYANYI:
Kulihat Ibu Pertiwi …………
Astya Puri 2, Jakarta 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar